Suara.com - Pengamat politik Rocky Gerung mengomentari jalannya demokrasi era Presiden Jokowi. Dia menyoroti beberapa kasus rezim sekarang, salah satunya peretasan diskusi Indonesian Corruption Watch (ICW).
Rocky Gerung mengatakan, aksi tersebut tidak menunjukkan adanya sikap 4.0 sebagaimana kerap digaungkan oleh pemerintahan Jokowi.
Oleh sebab itu, Rocky Gerung kemudian mengaku bahwa dirinya lebih menghormati otoritarian semasa Orde Baru daripada jalannya demokrasi di era sekarang.
Pernyataan itu disampaikan dalam video "Dibanding Rezim Jokowi, Saya Lebih Hormat Kepada Rezim Orde Baru" yang dibagikan melalui saluran YouTube Rocky Gerung Official, Rabu (19/5/2021).
Baca Juga: Lagi! Viral Wanita Hina Palestina, Sebut Ustaz di Arab Tak Salahkan Israel
Rocky Gerung bercerita mengenai pengalamannya diretas. Dalam satu hari, dia mengkalim pernah menerima ratusan ribu pesan entah siapa pengirimnya. Bahkan, beberapa diantara merupakan nomor asing.
Pengamat politik tersebut menyangkutpautkan dengan Pemerintahan Jokowi. Dia menyoroti era modern atau 4.0.
"Kekuasaan bicara 4.0 tapi kelakuan mereka 0.4. Kan ini kelakuan biadab, menghalangi orang bercakap, termasuk oposisi. Ya monitor aja mestinya," kata dia seperti dikutip Suara.com.
Rocky Gerung menambahkan, pemerintah punya peralatan terkait hal itu, khususnya di BIN, Istana, maupun Kementerian Komunikasi. Oleh sebab itu, menurutnya langkah yang tepat adalah intip lalu memberi counter argumen.
"Dulu saya usulkan itu supaya ada permainan sehat (Oposisi dengan pemerintah), eh Twitter saya dihack. Yaudah lah. Betul-betul dipamerkan kebutahurufan istana terhadap demokrasi," ujarnya.
Baca Juga: CEK FAKTA: KPK Geledah Kantor Menhan Prabowo karena Kasus Mafia Alutsista?
Meski istana mengelak dalam peretasan tersebut, Rocky Gerung tetap berdalih bahwa orang-orang yang membenci oposisi adalah mereka yang menyayangi istana.
"Setiap kali ada kasus kontroversi akhirnya orang cari alat. Kampus mulai siuman, banyak guru besar, dosen muda, sudah saatnyalah. Akhirnya kekuasaan memperluas wilayah pencekanlannya," tukas dia.
Rocky Gerung lalu menghubungkan dengan acara evalusi pendidikan yang sedianya akan digelar oleh Universitas Indonesia. Acara itu rencana akan dibersama oleh sejumlah tokoh seperti Puan Maharani, Nadiem Makarim, dan sebagainya.
"Orang nyinyir di situ karena yang hadir tokoh-tokoh yang terlihat bagian dari proksi kekuasaan. Sangat mungkin Puan Maharani mengucapkan hal yang bermutu, tapi keburu orang sinis karena fraksi dari kekuasaan," terang Rocky.
Menurut Rocky Gerung, orang-orang akan lebih menunggu sosok Faisal Basri, Emil Salim, dan tokoh-toko sejenis. Namun, nyatanya para tokoh tersebut tidak diundang.
"Publik udah pintar. Kalau bicara keadaan sekarang menuju hegemoni, tak bisa. Karena [hegemoni artinya] orang tunduk karena percaya pada psikologi kekuasaan. Ini justru orang gak pernah anggap. Ini orang anggap menggembok akan diputuskan sendiri oleh gembok yang berkarat," tukasnya.
Hersubeno Arief selaku rekan diskusi kemudian bertanya kepada Rocky Gerung apa yang seharusnya dilakukan pemerintah ketika cara-cara untuk meredam oposisi tersebut tidak efektif.
Menimpali hal itu, Rocky Gerung mengaku lebih hormat dengan model otoritarianisme pemerintahan Orde Baru (Orba), pimpinan Presiden Soeharto saat itu.
"Saya lebih hormat model otoritarianisme Orba. Itu resmi. Kalau diskusi ada petugas datang. Atas nama UU kami bubarkan diskusi kalian. Petugas datang dengan perintah UU, bukan diam-diam membatalkan diskusi," kata Rocky Gerung.
"Yang ada, petugas naik ke panggung lalu bentak-bentak. Ya dibubarkan dengan UU. Kalau ini [Era Jokowi] dibubarkan diam-diam, dihalangi orang berpikir. Lebih dungu," tegasnya menambahi.
Rocky Gerung lantas menyebut perbedaan lain antara era Jokowi dan Orba yakni soal sistem. Kata dia, era sekarang akan sulit untuk menyamai kemampuan Orba.
"Orba masih punya sistem. Ini gak ada sistem. Buzzer bisa jadi BIN [Badan Intelijen Negara] dan sebaliknya. Bagian ini yang memburuk dan gak tahu bagaimana istana nonton. Mungkin diantara mereka nyinyir," terang dia.
"Kalau mau tiru gak mampu. Karena di Orba ada orang-orang berpikiran kuat, terlepas dari efeknya. Kalau sekarang gak ada pasukan yang berpikir," tukas Rocky Gerung menandasi.