Suara.com - Polri mengklaim belum menemukan adanya aliran uang dari tersangka kasus suap jual beli jabatan, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat ke partai politik. Sejauh ini hasil suap tersebut diduga hanya digunakan untuk keperluan pribadi yang bersangkutan.
"Sejauh Ini yang ditemukan adalah itu untuk kepentingan pribadi saja," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (18/5/2021).
Novi terjaring operasi tangkap tangan alias OTT oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi di Ngajuk, Jawa Timur, pada Senin (10/5). Dia ditangkap terkait kasus jual beli jabatan.
Dalam perkara ini Bareskrim Polri telah menetapkan tujuh orang tersangka. Mereka, yakni Bupati Nganjuk; Novi, Camat Pace; Dupriono (DR), Camat Tanjunganom dan Plt Camat Sukumoro; Edie Srijato (ES), Camat Berbek; Haryanto (HY), Camat Loceret; Bambang Subagio (BS), mantan Camat Sukomoro; Tri Basuki Widodo (TBW), dan ajudan Bupati Nganjuk; M Izza Muhtadin (MIM).
Baca Juga: OTT Bupati Nganjuk, Peran Ajudan Jadi Pengumpul Uang Suap Para Camat
Uang senilai Rp647 juta lebih disita sebagai barang bukti yang ditemukan dari brankas pribadi Bupati Nganjuk. Kemudian, delapan unit telepon genggam, dan satu buku tabungan Bank Jatim atas nama Tri Basuki Widodo.
Novi dan enam tersangka lainnya telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Novi dan ajudannya dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Seluruhnya, terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Baca Juga: Buntut OTT, Pemkab Nganjuk Tunda Pengangkatan Perangkat Desa
Telusuri Aliran Uang
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono sempat menyampaikan bahwa pihaknya akan menelusuri aliran uang suap yang diterima Novi. Termasuk kemungkinan mengalir ke partai politik.
"Nanti pasti akan kami perdalam akan kami tanyakan secara mendetail, terima uang, uang dibelikan apa, uang dikirim ke mana, atau uang dibuat apa," kata Argo saat jumpa pers di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (11/5).
Ketika itu, Argo mengklaim penyidik belum menemukan adanya bukti aliran uang hasil suap yang diterima Novi ke partai politik atau politikus.
"Sampai sekarang kita belum mendapatkan ya, belum mendapatkan, tentunya kan tadi saya sampaikan sama dengan pertanyaan yang lain, nanti pasti akan kita dalami ya oleh penyidik Dittipikor Bareskrim," katanya.