Suara.com - Konflik antara Palestina dan Israel yang terjadi sejak pekan lalu telah menimbulkan kerusakan, kematian, dan banyak orang yang mengungsi di Gaza kekurangan pasokan kebutuhan sehari-hari.
Kondisi ini pun terjadi pada Suheir al-Arbeed (30), yang baru melahirkan dua minggu lalu. Ia mengungsi di sebuah sekolah di Kota Gaza bersama keenam anaknya.
"Kami membutuhkan makanan, pakaian, selimut, kasur, dan susu. Punggungku sakit karena tidur di atas selimut tipis di lantai," kata al-Arbeed, dikutip dari Al Jazeera, Selasa (18/5/2021).
Al-Arbeed juga harus meminta persediaan popok pengungsi lainnya dan buah hatinya itu terus menangis walau sudah mendapatkan ASI.
Baca Juga: Ridwan Kamil Pastikan Masyarakat Jawa Barat Selalu Bersama Rakyat Palestina
"Aku mencoba menyusui dia tapi dia masih lapar dan terus menangis," lanjutnya.
Al-Arbeed merupakan satu dari ratusan keluarga yang meninggalkan rumah mereka pada Kamis (13/5/2021) malam, ketika tembakan dan pemboman dari Israel mengguncang tempat tinggal mereka.
Para anggota keluarga melarikan diri dengan berjalan kaki dengan jarak beberapa kilometer ke sekolah Gaza al-Jadeeda. Ini adalah salah satu dari banyaknya sekolah yang dikelola oleh UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.
"Tidak ada mobil atau transportasi yang tersedia," kata al-Arbeed, yang rumahnya terletak di daerah Shujaiyah di timur laut Gaza.
Hal yang sama terjadi pada Umm Jamal al-Attar. Ia dan keluarganya sudah berulang kali mengungsi, termasuk saat konflik perang Gaza 2014 silam yang telah menewaskan anak-anaknya.
Baca Juga: WHO: Petugas Kesehatan di Wilayah Konflik Palestina Israel Harus Dilindungi
"Israel membombardir kami dengan rudal dan penembakan. Mereka juga menembakkan semacam gas," ungkap Umm Jamal, seraya menambahkan bahwa dia belum bisa pulang ke rumah untuk mendapatkan pakaian atau makanan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan lebih dari 38.000 warga Palestina di Gaza telah mengungsi dan mencari perlindungan di 48 sekolah UNRWA.
Juru bicara UNRWA Adnan Abu Hassan mengatakan badan tersebut sudah mulai menyediakan berbagai kebutuhan dasar bagi para pengungsi.
"Kami sangat membutuhkan dukungan," tutupnya, mengacu pada penutupan perbatasan oleh Israel pada 10 Mei yang digunakan untuk membawa bantuan kemanusiaan.