Suara.com - Amerika Serikat menyita sarung tangan lateks buatan Malaysia di Kansas City setelah adanya larangan impor karena diduga adanya kerja paksa selama pembuatan.
Menyadur Channel News Asia, Jumat (14/5/2021) dalam pernyataannya, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengatakan bahwa pejabatnya di Pelabuhan Kansas City menyita 4,68 juta sarung tangan lateks.
Sarung tangan yang diproduksi oleh Top Glove di Malaysia tersebut memiliki perkiraan nilai mencapai 690.000 dolar atau sekitar Rp 9,8 miliar.
Pihak perusahaan belum mengeluarkan tanggapan ataupun komentar tentang penyitaan sarung tangan yang dilakukan AS tersebut.
Baca Juga: Petugasnya Libur Lebaran, Vaksinasi Covid-19 di Indramayu Setop Sementara
Ini adalah pengiriman kedua yang disita dalam waktu sekitar seminggu. Pada 5 Mei, Bea Cukai AS juga menyita 3,97 juta sarung tangan nitril senilai 518.000 dolar (Rp 7,4 miliar).
Penyitaan tersebut menunjukkan bahwa ada permintaan untuk produk Top Glove meskipun AS sudah melarangnya sejak Juli tahun lalu.
Top Glove adalah pembuat sarung tangan medis terbesar di dunia dan mendapat permintaan yang sangat melonjak saat pandemi Covid-19.
Bea Cukai AS melarang impor produk Top Glove dengan mengatakan telah menemukan bukti kerja paksa selama proses pembuatannya.
Dan pada bulan Maret, dikatakan telah menemukan bukti dari berbagai indikator kerja paksa dalam proses produksi Top Glove, termasuk jeratan hutang, lembur yang berlebihan, kondisi kerja, dan penyimpanan dokumen identitas pekerja.
Baca Juga: Fatin Shidqia Positif Covid-19, Tangan Diinfus dan Pakai Oksigen
Top Glove sejak itu mengatakan telah menyelesaikan semua indikator kerja paksa dan telah diverifikasi oleh konsultan perdagangan etis Impactt yang berbasis di London.