Sementara itu, Ujang Sukmana, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) di Parungponteng mengatakan, proses evakuasi pasien ODGJ acapkali tidak mendapat restu dari pihak keluarga,karema lokasi perawatan yang dirasa jauh oleh pihak keluarga
“Seperti yang kita hadapi sekarang ini, proses evakuasi terhadap pasien gangguan jiwa di Desa Cibanteng yang dipasung, tidak diperbolehkan oleh pihak keluarga. Padahal sudah jelas ada Undang-Undang yang mengatakan tidak lagi boleh ada pemasungan,” katanya.
Mengacu pada UU No 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa pasal 86, pihak-pihak yang melakukan pemasungan maupun penelantaran terhadap ODGJ, dapat dikenakan hukum pidana. Oleh karena itu, perlu pendekatan edukasi yang humanis kepada keluarga pasien sehingga dapat dilakukan perawatan yang layak kepada pasien.
Tujuh tahun perjalanannya di bidang sosial, Taryan Kerap melakukan koordinasi dengan Kemensos terkait proses evakuasi dan perawatan ODGJ. BRSPDM Phala Martha, salah satu Balai Rehabilitasi milik Kemensos di Sukabumi, Jabar, seringkali menjadi tempat rujukan bagi pasien yang ditangani oleh Yayasan Belajar Bersama.
Kemensos sendiri berdasarkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas memilik peran dan fungsi untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pengasuhan/perawatan sosial, terapi dan dukungan keluarga bagi penyandang disabilitas mental.
Sebelum meninggalkan Desa Cibanteng untuk respons kasus selanjutnya, Taryan menyampaikan mimpinya untuk suatu saat nanti memiliki Panti Sosial miliknya sendiri yang dapat menangani berbagai permasalahan sosial, terutama memberikan perawatan bagi orang-orang dengan gangguan jiwa.