Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima pengaduan dari kawan-kawan tenaga kesehatan (nakes) yang bekerja di Rumah Sakit Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat soal insentif yang belum juga diberikan pemerintah.
Saat menghubungi salah satu nakes bernama Indah Pertiwi (nama disamarkan), LBH dikagetkan dengan keterangan yang bersangkutan tengah diperiksa polisi berpangkat AKBP.
Pengacara LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora mengatakan kalau pihaknya diminta bantuan untuk lebih menyuarakan soal hak perolehan insentif yang tidak kunjung diberikan. Upaya yang mereka lakukan selama ini tersendat oleh adanya intimidasi sampai dihentikan tanpa alasan yang jelas.
Nelson menceritakan ketika menelefon Indah, ternyata nakes tersebut sedang diperiksa oleh seorang AKBP di Wisma Atlet. Ia sempat berbicara dengan polisi tersebut.
Baca Juga: Nakes Ini Dipecat Gegara Tuntut Pencairan Dana Insentif Covid-19
"Kemudian kita tanyakan dalam urusan apa dia diperiksa, AKBP itu menjawab itu dalam hal pemeriksaan pelanggaran kode etik," kata Nelson dalam paparannya yang dikutip Suara.com dari YouTube LaporCovid19 pada Rabu (12/5/2021).
"Mana surat perintahnya?" tanya Nelson kepada polisi yang tengah menginterogasi Indah.
"Enggak ada, ini hanya pemeriksaan internal," jawab polisi.
Kejanggalan pun mulai tercium lantaran menurut Nelson, seharusnya ada surat perintah yang dipegang saat polisi melakukan pemeriksaan. Sebaliknya, polisi itu malah menanyakan kepada Nelson soal surat kuasa dirinya sebagai pengacara.
Nelson pun tidak mengantonginya karena baru saja memperoleh pengaduan. Hanya saja Indah pada saat itu berkata kepada polisi kalau dirinya telah memberikan kuasa kepada pihak LBH Jakarta.
Baca Juga: Cerita Sedih Nakes Soal Dana Insentif: Dipotong Setengah, Bahkan Terhenti
Dari situ, Nelson sempat heran dengan posisi polisi yang memeriksa perawat. Selain tidak ada surat perintah, aneh rasanya apabila seorang perawat yang disebut melakukan pelanggaran kode etik malah diperika oleh polisi. Sebab, menurutnya kalau memang ada terjadi pelanggaran kode etik, sedianya polisi itu mengantongi surat perintah dari organisasi perawat dan didampingi oleh perwakilan dari organisasi tersebut.
"Jadi kemudian sangat berlebihan dan kemudian ini cenderung teror ya bagi seorang perawat diperiksa oleh AKBP," tutur Nelson.
Nelson juga memandang apa yang terjadi pada diri Indah adalah bentuk pembungkaman dan bertentangan dengan hak-hak saksi serta korban yang dijamin dalam undang-undang.
Satu per satu perlakuan tidak menyenangkan dirasakan oleh Indah pasca menyuarakan soal hak insentifnya yang tidak kunjung didapatkan. Salah satunya ialah, pengambilan kartu identitas milik Indah sehingga dirinya tidak leluasa dalam melakukan aktivitas.
Bahkan, Indah juga sempat disidang dalam suatu ruangan yang berisikan polisi dan TNI. Perempuan itu juga dipaksa untuk menulis surat pernyataan dengan maksud tidak mengulangi perbuatannya.
Kata Nelson, seorang dokter juga diperlakukan sama seperti Indah yakni diminta untuk 'diam' melalui surat pernyataan.
"Jadi memang setiap orang yang kemudian muncul dan kemudian dianggap vokal akan kemudian dilakukan upaya-upaya untuk membungkam upaya mereka untuk bersuara dan tentu saja bertentangan dengan UU perlindungan saksi dan korban," tuturnya.
Kemudian, karena menyuarakan haknya soal insentif, Indah juga kerap dibuat tidak nyaman dengan terus dirotasi. Nulai dari menjadi tim vaksinasi, instruktur pengarahan relawan baru hingga akhirnya diberhentikan.
"Jadi bukan hanya mendapatkan intimidasi, mbak Indah juga kemudian mendapatkan pemberhentian sebagai nakes."