75 Pegawai Dinonaktifkan Gegara TWK, ICW: Upaya Pelemahan KPK dari Internal

Rabu, 12 Mei 2021 | 04:01 WIB
75 Pegawai Dinonaktifkan Gegara TWK, ICW: Upaya Pelemahan KPK dari Internal
Ilustrasi Gedung KPK.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi dinonaktifkan pasca-dinyatakan tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk peralihan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang, TWK hanya menjadi salah satu jalan internal KPK untuk melemahkan lembaga antirasuah itu sendiri.

Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, jika upaya pelemahan KPK sudah dimulai sejak disahkannya Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019. Egi lantas mencatat setidaknya terdapat dua hal penting yang mesti diperhatikan terkait TWK.

Poin pertama yang menjadi pandangan ICW ialah TWK menjadi upaya untuk mengeliminasi penyelidik, penyidik, dan staf KPK yang memiliki integritas melawan korupsi tanpa pandang bulu.

Bahkan ICW menemukan rencana pemecatan penyelidik dan penyidik itu juga terjadi di saat KPK sedang menangani beberapa kasus korupsi dengan melibatkan kader partai politik pendukung pemerintah.

"Misalnya suap pengadaan paket bansos sembako di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster, korupsi KTP-elektronik dan kasus lainnya," kata Egi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/5/2021).

Kemudian poin kedua, ICW memandang substansi TWK memuat pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan praktik kerja KPK. Menurut penuturan staf KPK yang mengikuti tes, soal-soal yang diberikan itu terdapat unsur seksis, diskriminatif, dan intervensi dalam kehidupan personal.

"Hal ini mengonfirmasi dugaan bahwa persoalan kompetensi, integritas dan anti korupsi bukan menjadi prioritas pada pengujian tersebut," katanya.

Mengenai itu, ICW pun mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera menolak adanya pemberhentian 75 pegawai KPK. ICW beralasan, persoalan itu muncul atas buah dari kebijakan Jokowi juga tatkala memilih pimpinan KPK yang kontroversi seperti Firli Bahuri beserta regulasi yang mengakomodir alih status kepegawaian KPK melalui UU 19/2019.

Baca Juga: Ditetapkan 7 Mei 2021, Novel Baswedan dan 74 Pegawai Dinonaktifkan KPK

"Jadi, segala persoalan yang timbul akibat dari kekeliruan kebijakan politik hukum pemberantasan korupsi itu mesti diletakkan sebagai tanggungjawab dari Presiden," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI