Kemenag: Berdasarkan Hisab 1 Syawal Jatuh 13 Mei, Tapi Masih Perlu Rukyat

Selasa, 11 Mei 2021 | 18:09 WIB
Kemenag: Berdasarkan Hisab 1 Syawal Jatuh 13 Mei, Tapi Masih Perlu Rukyat
Tim Hisab Rukyat Kantor Wilayah (Kanwil) Agama Provinsi DKI Jakarta memantau hilal awal Ramadhan 1441 H di atap Gedung Kanwil Agama DKI Jakarta, Jatinegara, Jakarta, Kamis (23/4). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kementerian Agama, Cecep Nurwendaya, mengatakan 1 Syawal 1442 Hijriah jatuh pada Kamis, 13 Mei 2021. Penetapan Idulfitri itu berdasarkan Hisab atau perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan.

Adapun pemaparan mengenai hasil hisab itu disampaikan Cecep pada seminar posisi hilal penentu 1 Syawal 144 Hijriah, sebelum dimulainya sidang isbat pada sore ini.

Kendati begitu, untuk penetapan 1 Syawal 1442 Hijriah secara resmi masih menunggu hasil rukyat dan keputusan sidang isbat melalui Kementerian Agama usai waktu magrib. Pasalnya, hisab hanya bersifat informatif.

"Fungsi atau sifat dari hisab adalah informatif. Sementara rukyatnya dan sidang isbatnya sifatnya konfirmasi atau konfirmatif," kata Cecep melalui daring, Selasa (11/5/2021).

Baca Juga: Dear Warga Bogor. Berikut Link Live Streaming Sidang Isbat Idul Fitri

Sementara itu, dalam keterangannya Cecep menegaskan bahwa tidak ada referensi empirik visibilitas atau ketampakan hilal awal Syawal 1442 Hijriah yang teramati di seluruh wilayah Indonesia pada hari Selasa, 11 Mei 2021.

Cecep menjelaskan Kementerian Agama melakukan pengamatan hilal di 88 titik di seluruh Indonesia. Sedangkan sidang isbat awal Syawal 1442 Hijriah digelar secara daring dan luring dengan menerapkan protokol kesehatan.

Posisi Hilal

Berdasarkan data di Pusat Observasi Bulan (POB) Cibeas, Pelabuhan Ratu, posisi hilal menjelang awal Syawal 1442 H atau pada 29 Ramadan 1442 H yang bertepatan dengan 11 Mei 2021, secara astronomis tinggi hilal: minus 4,38 derajat; jarak busur bulan dari matahari: 4,95 derajat; umur hilal minus 8 jam 14 menit 44 detik. "Minus menunjukkan hilal belum lahir," tutur imbuh Cecep.

Cecep menjelaskan, berdasarkan sidang Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) kriteria imkanurrukyat disepakati adalah minimal tinggi hilal dua derajat, elongasi minimal 3 derajat, dan umur bulan minimal delapan jam setelah terjadi ijtima'.

Baca Juga: Tentukan Idul Fitri 1442 Hijriah, Kemenag Gelar Sidang Isbat Sore Ini

Sehubungan itu, kata Cecep, karena ketinggian hilal di bawah dua derajat bahkan minus, maka tidak ada referensi pelaporan hilal jika hilal awal Syawal teramati di wilayah Indonesia. “Dari referensi yang ada, maka tidak ada referensi apapun bahwa hilal Syawal 1442 H pada Jumat ini teramati di seluruh Indonesia,” tandas Cecep.

Selain itu, lanjut Cecep, juga tidak ada referensi empirik visibilitas hilal jika hilal awal Syawal teramati di wilayah Indonesia.

Menurut Cecep, Limit Danjon menyebutkan bahwa hilal akan tampak jika jarak sudut bulan – matahari lebih besar dari 7 derajat. Konferensi penyatuan awal bulan Hijriyah International di Istambul tahun 1978 mengatakan bahwa awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan matahari lebih besar dari 8 derajat dan tinggi bulan dari ufuk pada saat matahari tenggelam lebih besar dari 5 derajat.

Sementara rekor pengamatan bulan sabit dalam catatan astronomi modern adalah hilal awal Ramadan 1427 H di mana umur hilal 13 jam 15 menit dan berhasil dipotret dengan teleskop dan kamera CCD di Jerman. Bahkan, dalam catatan astronomi modern, jarak hilal terdekat yang pernah terlihat adalah sekitar 8 derajat dengan umur hilal 13 jam 28 menit. Hilal ini berhasil diamati oleh Robert Victor di Amerika Serikat pada 5 Mei 1989 dengan menggunakan alat bantu binokulair atau keker.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI