Suara.com - Fakta baru terungkap di balik latar belakang profesi debt collector ilegal yang menghadang anggota TNI, Serda Nurhadi di Jakarta Utara. Ternyata, sebagian dari mereka merupakan mantan sekuriti.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, mereka merupakan mantan pegawai sekuriti yang dinonaktifkan karena pandemi Covid-19.
"Dikarenakan pandemi Covid-19 para pelaku dinonaktifkan pekerjaannya. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pelaku menyambi sebagai debt collector," kata Yusri kepada wartawan, Senin (10/5/2021).
Adapun, Yusri menyebut upah yang mereka terima bervariasi. Mulai dari Rp300 ribu hingga Rp1 juta per orangnya. "Tergantung dari jenis kendaraannya," ujarnya.
Ilegal
Yusri sebelumnya menyebut 11 debt collector yang menghadang Serda Nurhadi ilegal. Mereka tidak dibekali Sertifikat Profesi Penagihan Pembiayaan alias SPPP.
"Ini preman-preman semuanya, tidak sah. Ini mereka ilegal semuanya, tidak punya kekuatan hukum," terang Yusri.
Yusri menuturkan sebelas debt collector ilegal itu direkrut oleh PT ACKJ. Perusahaan tersebut awalnya mendapat mandat atau surat kuasa dari PT Clipan Finance untuk melakukan penarikan mobil terhadap debitur yang menunggak.
Hanya saja, kata Yusri, PT ACKJ merekrut preman-preman untuk melakukan pekerjaan tersebut. Padahal, semestinya mereka merekrut orang-orang yang miliki SPPP.
Baca Juga: 11 Debt Collector Pengadang Serda Nurhadi Ilegal, Polisi: Ini Preman Semua
"Walaupun surat kuasa ada tapi tidak memiliki klasifikasi, keahlian, tidak memiliki dasar-dasar, SPPP-nya tidak ada sama sekali. Jadi itu tidak boleh. Itu ilegal," jelasnya.