Suara.com - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa ia menolak tekanan untuk tidak membangun di Yerusalem pasca kerusuhan yang terjadi di sekitar Masjid Al Aqsa.
Menyadur Al Jazeera, Senin (10/5/2021) komentar Benjamin Netanyahu datang setelah kementerian kehakiman Israel mengatakan akan menunda sidang penting pada hari Senin tentang kasus penduduk Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur yang diduduki.
"Dalam semua situasi dan sehubungan dengan permintaan jaksa agung, sidang reguler untuk besok, 10 Mei 2021 dibatalkan," katanya dalam sebuah pernyataan, menambahkan akan menjadwalkan sidang baru dalam waktu 30 hari.
Ketegangan di lingkungan Sheikh Jarrah tersebut telah memicu konfrontasi dari berbagai pihak dalam beberapa hari terakhir.
Baca Juga: PBB Desak Israel Tahan Diri Soal Ketegangan di Yerusalem Timur
"Kami dengan tegas menolak tekanan untuk tidak membangun di Yerusalem. Saya menyesal, tekanan ini meningkat akhir-akhir ini," kata Netanyahu dalam pidato yang disiarkan televisi sebelum peringatan nasional penjajahan Israel atas Yerusalem Timur dalam perang tahun 1967.
"Saya juga mengatakan kepada yang terbaik dari teman-teman kita: Yerusalem adalah ibu kota Israel dan sama seperti setiap negara membangun ibu kotanya, kami juga memiliki hak untuk membangun di Yerusalem dan mengembangkan Yerusalem. Itulah yang telah kami lakukan dan itulah yang akan terus kami lakukan," tegas Netanyahu.
Petugas medis Palestina mengatakan setidaknya 90 orang terluka pada hari Sabtu setelah polisi Israel menindak pengunjuk rasa Palestina di luar Kota Tua Yerusalem Timur.
Tindakan keras itu terjadi ketika sekitar 90.000 jemaah Muslim berdoa di Masjid Al-Aqsa pada malam Lailatul Qadr saat bulan suci Ramadhan.
Kekerasan itu terjadi setelah pasukan Israel menyerbu Masjid Al-Aqsa dan melukai lebih dari 200 warga Palestina pada Jumat malam. Pasukan Israel mengatakan 17 perwira mereka terluka.
Baca Juga: Gus AMI Ajak Dunia Duduk Bersama Cari Solusi Konflik Israel
Netanyahu mengatakan Israel mengizinkan kebebasan beribadah tetapi "kami tidak akan membiarkan elemen ekstremis mengganggu perdamaian di Yerusalem ... Kami tidak akan mengizinkan kerusuhan yang disertai kekerasan."
Akiva Eldar, seorang jurnalis dan penulis Israel, mengatakan kepada Al Jazeera: "Kami tidak memiliki lampu di ujung terowongan karena tidak ada proses perdamaian."
"Yerusalem Timur diduduki, itu bukan kedaulatan Israel di Yerusalem Timur, itu belum diakui oleh komunitas internasional jadi kami duduk di atas gunung berapi." sambungnya.
Secara terpisah, polisi Israel pada hari Minggu memberikan lampu hijau untuk diadakannya parade tahunan Hari Yerusalem.
Sekitar 30.000 pemukim Yahudi diharapkan berpartisipasi dalam pawai tersebut menuju Gerbang Damaskus di Kota Tua pada hari Senin.
Amos Gilad, mantan pejabat senior militer, mengatakan kepada Radio Angkatan Darat bahwa parade harus dibatalkan atau dialihkan dari Gerbang Damaskus Kota Tua, kareba ada "tong mesiu terbakar dan dapat meledak kapan saja".
Parade pada hari Senin tersebut biasanya dihadiri oleh kaum nasionalis garis keras Israel dan secara luas dianggap provokatif.
Yerusalem Timur adalah salah satu wilayah yang diharapkan Palestina menjadi ibu kotanya di masa depan. Negosiasi kenegaraan yang disponsori AS dengan Israel terhenti pada 2014. Israel menganggap semua Yerusalem sebagai ibukotanya - status yang tidak diakui oleh internasional.