Suara.com - Alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparat Sipil Negara (ASN) yang kini menimbulkan kontroversi mendapat sorotan dari Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muzakir.
Dia menyebut, rekruitmen pegawai KPK seharusnya mengikuti sistem hukum nasional.
"KPK ikutilah sistem hukum nasional," kata Muzakir dalam rilis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu (8/5/2021).
Tak hanya itu, dia juga mengingatkan permasalahan yang akan timbul jika pegawai tidak lolos perekrutan ternyata masih tetap bekerja di lembaga antirasuah tersebut.
"Saya tidak habis mengerti kenapa tidak dipecat, berarti mereka tetap menjadi outsourcing dari ini," kata Muzakir.
Seperti diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan, pihaknya tak pernah memecat pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Dia juga mempertanyakan yang dilakukan KPK saat ini, apakah tes pegawai untuk alih status jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau tes sebagai penyidik?
"Ini tes penyidik apa tes ASN? Kalau tes penyidik kompetensinya terletak pada kepolisan terutama dari Kemenkumham bukan KPK," ujarnya.
Baca Juga: Sindir Buzzer Bela KPK, Febri: Terharu, Baru Kini Mereka Tersentuh Hatinya
Menurutnya, jika tes tujuannya untuk sertifikasi penyidik berstatus ASN, maka hal itu harusnya hanya keluar melalui Kemekumham. KPK, lanjut Muzakir, tidak punya kompetensi untuk menentukan tes penyidik.
Sebelumnya, KPK telah menerima hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) bertempat di Gedung Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan dikabarkan bakal dipecat dari lembaga tersebut.
Novel mengatakan, ada kabar dirinya dan puluhan pegawai KPK bakal dipecat dengan alasan tidak lolos tes wawasan kebangsaan. (Antara)
Baca Juga: Dalih BKN Terkait Kontroversi Soal TWK ASN KPK; Tes yang Berbeda