Suara.com - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf mengatakan, pembingkaian konflik separatis menjadi sebuah ancaman terorisme menjadi tren yang digunakan oleh sejumlah negara sejak adanya peristiwa serangan teror di World Trade Center (WTC) New York pada 11 September 2001.
Menurutnya, cara tersebut dilakukan sejumlah negara untuk menghindari penyelesaian akar konflik etno-nasionalisme.
Al Araf pun menilai pelabelan terorisme menjadi pilihan beberapa negara karena dianggap lebih mudah. Karena dengan menetapkan sebagai teroris, dapat memudahkan pemerintah melakukan tindakan di bawah legislasi yang tersedia.
"Membingkai kelompok separatisme sebagai kelompok teroris itu memungkinkan ruang negara mendapatkan legitimasi atas tindakan-tindakannya, khususnya tindakan-tindakan yang sifatnya lebih eksesif," kata Al Araf dalam diskusi "Menanti Perdamaian di Papua: Urgensi Penghentian Kekerasan" secara daring, Kamis (6/5/2021).
Baca Juga: Reaksi Keras OPM Usai Dicap Teroris: Akal Sehat Pemerintah Sudah Hilang
Indonesia pun akhirnya memilih jalan pintas itu untuk menyelesaikan konflik dengan Tentara Pembebasan Negara Papua Barat (TPNPB). Masih menurut Al Araf, apa yang dilakukan pemerintah tersebut keliru dan tidak tepat.
Sebab, Pemerintah Indonesia sebenarnya bisa menyelesaikan permasalahan di Bumi Cenderawasih dengan jalan lain.
"Pemerintah mengambil jalan lain untuk menyelesaikan konflik melalui jalan dialog sebagaimana disampaikan oleh banyak kelompok masyarakat dan mengambil jalan-jalan yang jauh lebih berperikemanusiaan," ujarnya.
Karena itu, Al Araf berkesimpulan, penyematan label teroris tidak akan menyelesaikan masalah. Dalam arti lain, ia meminta kepada pemerintah sebaiknya segera mencabut keputusannya tersebut.
"Labeling terorisme tidak menjawab persoalan di Papua tetapi memperkeruh dan sesungguhnya ini disetop, dievaluasi, dan cabut itu."
Baca Juga: Dicap Teroris, Jubir TPNPB-OPM: Kenapa Tidak Melalui Dialog?