Diduga Danai Kelompok Teroris, Jerman Gerebek Sebuah Organisasi Muslim

Kamis, 06 Mei 2021 | 13:37 WIB
Diduga Danai Kelompok Teroris, Jerman Gerebek Sebuah Organisasi Muslim
Ilustrasi terorisme. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Jerman melarang sebuah organisasi Muslim yang dituduh mendukung terorisme secara global dari sumbangan yang dikumpulkannya.

Menyadur ABC News, Kamis (6/5/2021) pemerintah Jerman pada Rabu melarang sebuah organisasi Muslim yang dituduh mendanai terorisme dari sumbangan yang dikumpulkannya.

Kementerian Dalam Negeri Jerman mengungkapkan jika polisi menggerebek gedung yang terkait dengan sebuah kelompok bernama Ansaar International di 10 negara bagian.

Kementerian menduga uang yang dikumpulkan organisasi tersebut untuk membantu kelompok-kelompok seperti afiliasi Al-Qaeda Suriah yang dikenal sebagai Front Nusra, kelompok Palestina Hamas dan al-Shabab di Somalia.

Baca Juga: Protes soal HAM, Filsuf Habermas Tolak Penghargaan dari Uni Emirat Arab

Sumbangan tersebut, Kementerian menjelaskan, seolah-olah digunakan untuk proyek-proyek kesejahteraan sebagai tipu muslihatnya.

"Organisasi Ansaar International dan suborganisasinya dilarang. Jaringan tersebut mendanai terorisme secara global dengan sumbangannya," cuit juru bicara Kementerian Dalam Negeri.

Lebih dari 1.000 petugas polisi menggerebek gedung dan ruang kantor di seluruh Jerman dan menyita sekitar 150.000 euro (Rp 2,5 miliar).

"Ketika ingin memerangi terorisme, seseorang perlu mengeringkan sumber dananya," kata Kementerian Dalam Negeri Jerman Horst Seehofer.

Horst Seehofer menduga bahwa Ansaar International "menyebarkan pandangan Salafi tentang dunia dan mendanai teror di seluruh dunia dengan menyamar sebagai bantuan kemanusiaan."

Baca Juga: Kembali Berulah! KKB Bakar Gedung Sekolah dan Rusak Akses Jalan

Seorang pria yang menjawab panggilan telepon di kantor pusat organisasi di kota Duesseldorf, Jerman barat, langsung menutup telepon ketika The Associated Press meminta komentar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI