Suara.com - Jürgen Habermas, filsuf besar Jerman kontemporer, menolak Penghargaan Buku Sheikh Zayed dan hadiah 1 juta Dirham atau setara Rp 3,9 miliar.
Filsuf generasi kedua tradisi teori kritis Mazhab Frankfurt itu, seharusnya menerima penghargaan dan hadiah dari Uni Emirat Arab tersebut pada bulan depan.
Namun, seperti disadur Suara.com dari Deutsche Welle, Selasa (4/5/2021), Habermas memutuskan menolak penghargaan serta hadiah dari negara teluk tersebut.
Habermas, dalam pernyataan publik hari Minggu (2/5), menegaskan penolakan tersebut erat terkait situasi hak asasi manusia di UEA.
Baca Juga: OPM Dicap Teroris, Veronica Koman: Pemerintah Membakar Jembatan Damai
"Saya sebelumnya telah menyatakan kesediaan untuk menerima Penghargaan Buku Sheikh Zayed tahun ini. Itu adalah keputusan yang salah, yang saya perbaiki dengan ini," kata Sosiolog berusia 91 tahun itu.
Awalnya, kata Habermas, dirinya menyambut baik kabar penghargaan atas publikasinya itu. Sebab, itu berarti karya-karyanya yang diterjemahkan ke bahasa Arab mendapat perhatian dari masyarakat setempat.
Karena itu, dia sebenarnya siap berangkat ke Abu Dhabi untuk menerima penghargaan dan uang senilai 1 juta Dirham.
Tapi, setelah mendapat sejumlah masukan dan mengakses informasi terkait penegakan HAM di Uni Emirat Arab, Habermas mengurungkan niatnya.
Dia juga mengakui tidak cukup membaca dan mencari informasi tentang institusi yang memberikan penghargaan itu di Abu Dhabi, yang sangat dekat dengan penguasa.
Baca Juga: Gelombang Ketiga Reda, Jerman Prediksi Kurva Covid-19 Akan Segera Melandai
Penghargaan buku dengan hadiah uang Sheikh Zayed Book Award adalah penghargaan buku dengan nilai hadiah uang tertinggi di dunia.
Komite buku berada di bawah naungan Putera Mahkota Abu Dhabi, Mohammed bin Zayed. Penghargaan itu mengusung nama ayahnya, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan, kepala dinasti dan penguasa Abu Dhabi selama 30 tahun lebih, yang meninggal tahun 2004.
Penghargaan ini diberikan setiap tahun kepada individu dan penerbit "Yang tulisan dan terjemahan bukunya dalam bidang humaniora memperkaya intelektual, budaya, sastra dan kehidupan sosial Arab," kata panitia.
Penghargaan itu biasanya diserahkan secara resmi pada pembukaan Pameran Buku Internasional Abu Dhabi, yang tahun ini akan dibuka pada 23 Mei.
Jürgen Habermas juga akan menyandang penghargaan sebagai "Personalitas Budaya Tahun Ini" di ajang pameran itu.
Demokrasi perlu kebebasan berbicara
Keputusan Habermas membatalkan kepergian ke Abu Dhabi diambil setelah kritik muncul atas rencananya menerima penghargaan itu.
Terutama setelah majalah berita Jerman Der Spiegel ikut mengkritik dan mempertanyakan idealisme Habermas.
Dalam kritiknya, Der Spiegel menyoroti pemikiran Habermas yang selalu menekankan kebebasan berpendapat.
Tapi, menurut Der Spiegel, pemikiran itu bertolak belakang dengan sikap Habermas yang dianggap tidak kritis terhadap kondisi di Abu Dhabi.
Abu Dhabi sering dikritik berbagai organisasi hak asasi manusia karena situasi hak asasi yang buruk.
Penguasa UEA secara ketat mengontrol media massa dan menghukum individu yang dianggap berseberangan, atau terlalu keras mengkritik kebijakan penguasa.
Jürgen Habermas dikenal secara luas di kalangan internasional dan dianggap sebagai filsuf Jerman paling penting dan berpengaruh di era pasca-Perang Dunia II.
Mazhab Frankfurt melahirkan berbagai pendekatan teoritis dan filosofis atas berbagai masalah sosial. Banyak tulisan dan buku Habermas yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Jürgen Habermas memang selalu menekankan pentingnya kebebasan berpendapat sebagai salah satu elemen utama demokrasi yang bertujuan menyejahterakan warga.
Melalui komunikasi yang disebutnya "diskursus", elemen-elemen masyarakat harus "berdiskusi secara rasional", bebas dari tekanan, untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan bersama yang rukun dan adil.