Suara.com - Berakhir sudah upaya Partai Demokrat kubu Moeldoko untuk mendapat pengesahan pemerintah. Itu setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggugurkan gugatan mereka atas Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono, Selasa (4/5/2021).
Dalam persidangan, majelis hakim menggugurkan gugatan PD kubu Moeldoko perihal anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Demokrat hasil kongres 2020.
Ketua majelis hakim Saifudin Zuhri menggugurkan gugatan itu lantaran kubu Moeldoko tidak pernah menghadiri sidang.
Dalam sidang putusan, kuasa hukum PD kubu Moeldoko juga tidak tampak hadir di arena. Hakim ketua Saifudin Zuhri mengatakan, kubu penggugat sebenarnya sudah tiga kali dipanggil untuk hadir.
Baca Juga: Kabar Novel Baswedan Dipecat KPK, Ferdinand: Dia Pro Radikalisme
Tapi, hingga panggilan terakhir, kubu Moeldoko tak kunjung berada di arena sidang. Sementara kuasa hukum tergugat yakni DPP PD kubu AHY, meminta hakim menggugurkan gugatan tersebut.
"Karena penggugat telah dipanggil tiga kali berturut-turut dan secara patut tetap tidak hadir, mohon menjadi pertimbangan agar perkara ini digugurkan, terimakasih," kata kuasa hukum kubu AHY dalam persidangan.
Setelahnya, majelis hakim memutuskan membacakan putusan atas persidangan dengan nomor perkara 213 itu.
Hakim memutuskan gugatan digugurkan lantaran penggugat yakni kubu Moeldoko Cs tidak pernah hadir selama tiga kali persidangan atau panggilan.
"Menimbang para penggugat tidak hadir dan tidak menyuruh orang mewakilinya meskipun sudah dipanggil untuk sidang 21 April 2021, 27 April 2021, 4 Mei 2021, sedangkan para tergugat hadir. Menimbang oleh karena kehadiran penggugat bukan dikarenakan suatu halangan sah maka gugatan harus dinyatakan gugur," tutur hakim.
Baca Juga: Bikin Gugatan Baru, Kubu AHY Lawan Kubu Moeldoko Lagi di PN Jakarta Pusat
"Mengadili, menyatakan gugatan para pengugat gugur. Menghukum penggugat membayar perkara nanti akan disebutkan," sambung hakim seraya mengetuk palu.
Pada persidangan sebelumnya para penggugat juga dinyatakan tidak hadir dalam persidangan. Mereka justru mengirimkan surat permohonan pencabutan gugatan.
Dalam sidang sebelumnya, majelis hakim kemudian memanggil kedua belah pihak, baik penggugat maupun tergugat.
Namun, pihak penggugat tak kunjung datang hadir dalam ruang sidang. Majelis hakim kemudian menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima surat dari kuasa hukum kubu Moeldoko, berisi permohonan untuk mencabut gugatan.
"Jadi dalam perkara ini telah kita sidang pada Minggu lalu, Selasa lalu. ada surat dari salah satu kuasa para penggugat yang menyatakan atau memohon untuk perkara ini dicabut," kata Hakim ketua Saifudin dalam persidangan.
"Apakah ada surat tembusannya dari surat tersebut?," tanya hakim ke pihak tergugat.
Kubu Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono, melalui kuasa hukumnya yakni Mehbob, menyatakan tidak pernah menerima surat tembusan pencabutan gugatan tersebut.
Kubu AHY meragukan surat permohonan pencabutan gugatan tersebut.
"Karena dalam surat kuasa mereka mengajukan gugatan pun mereka memalsukan beberapa DPC, apakah surat pencabutan itu bisa terkonfirmasi kebenarannya," tutur Mehbob.
Dalam perkara ini sebagai pihak penggugat yakni Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, La Moane Sabara, Jefri Prananda (Ketua DPC Konawe Utara), Laode Abdul Gamal (Ketua DPC Muna Barat), Muliadin Salemba (Ketua DPC Buton Utara), dan Ajrin Duwila.
Adapun sebagai pihak yang digugat DPP Partai Demokrat periode 2020-2025 (tergugat I) dan DPP Partai Demokrat periode 2015-2020 (tergugat II). Menariknya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menjadi pihak turut tergugat.
Lebih lanjut, penggugat meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melarang tergugat I melakukan segala tindakan hukum baik keluar maupun ke dalam atas nama Partai Demokrat, termasuk melarang tindakan-tindakan tergugat I yang melakukan pemecatan-pemecatan terhadap para peserta KLB Partai Demokrat Sibolangit Deli Serdang.
Untuk pokok perkara, penggugat meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan tergugat I dan tergugat II terbukti melakukan perbuatan melanggar hak politik dan perdata para penggugat.