Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat ada 90 kasus kekerasan yang dialami jurnalis. Ketua AJI Sasmito bahkan menyebut jumlah tersebut menjadi yang paling banyak dalam 10 tahun terakhir.
Hal itu disampaikan Sasmito dalam peluncuran catatan AJI atas situasi kebebasan pers di Indonesia 2021, yang diselenggarakan secara daring.
"Bahkan di 2020 dari Januari sampai Desember ada 84, tapi Mei 2020-2021 ada 90 kasus. Artinya, peningkatan dalam 10 tahun terakhir cukup banyak," kata Sasmito, Senin (3/5/2021).
Ironisnya, kata Sasmito pelaku kekerasan terhadap jurnalis didominasi oleh kepolisian. Fakta itu sangat disayangkan, mengingat seharusnya polisi menjadi pelindung bagi masyarakat, tidak terkecuali jurnalis.
Baca Juga: AJI Tetapkan Upah Layak Jurnalis di Palembang Tahun 2021 Rp 5,73 Juta
"Ada 58 kasus yang terduga pelakunya aparat polisi. Tentu ini ironi krn polisi seharusnya jadi pelindung masyarakat, termasuk jurnalis, tapi justru menjadi pelaku utama. Kami berharap kapolri baru melakukan reformasi di tubuh kepolisian," kata Sasmito.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi AJI Erick Tanjung dalam paparannya menyebutkan bahwa polisi menjadi mayoritas pelaku kekerasan terhadap jurnalis dengan persentase 70 persen. Menyusul kemudian pihak lainnya, semisal advokat, jaksa, pejabat pemerintahan/eksekutif, Satpol PP/aparat pemerintah daerah, dan pihak tidak dikenal.
"Dari periode 2020-2021, catatan kami ada 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Ini meningkat jauh dari periode sebelumnya, yang sebanyak 57 kasus," jata Erick.
Ia mengatakan kekinian ada sejumlah kasus yang menjadi perhatian AJI dalam satu tahun belakangan. Mulai dari kekerasan yang dialami jurnalis Tempo di Surabaya, yakni Nurhadi hingga vonis terhadap jurnalis banjarhits.id di Kalimantan Selatan, Diananta Sumedi.
Polisi Terbanyak Diadukan soal Pelanggaran HAM
Baca Juga: AJI Samarinda Buka Posko Pengaduan THR Jurnalis
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, Kepolisian Negara RI atau Polri menjadi instansi yang paling banyak mendapat aduan soal pelanggaran HAM. Data itu berdasarkan laporan jumlah aduan selama lima tahun terakhir.
Data itu disampaikan Taufan dalam rapat bersama Komisi III DPR, Selasa (6/4/2021) hari ini.
"Kalau kita lihat statistiknya yang paling banyak diadukan Kepolisian Republik Indonesia, yang kedua korporasi, yang ketiga pemerintah daerah. Kemudian tentu saja ada lembaga peradilan, pemerintah pusat dalam hal ini beberapa kementerian-kementerian terkait. Tapi tiga ini selalu menjadi yang tertinggi dalam pengaduan," tutur Taufan.
Taufan menjelaskan, ada dua jenis aduan pelanggaran HAM terhadap kepolisian.
"Kepolisian baik karena ada kasus yang memang menurut aduan itu dilakukan oleh aparat kepolisian, maupun karena ada pihak lain yang diduga atau dituduh oleh pihak pengadu sebagai pelanggaran hak asasi manusia ke pihak kepolisiannya dianggap tidak proper menangani penegakkan hukumnya. Jadi ada dua tipologinya itu," papar Taufan.
Kendati begitu, kata Taufan, memang tidak seluruhnya aduan pelanggaran HAM terhadap kepolisian itu benar. Setelah dicek dan verifikasi kembali, ditemukan aduan yang tidak berbasis pada data yang kuat.
Namun Taufan tetap menegaskan bahwa berdasarkan statistik laporan, Kepolisian Negara RI menjadi yang paling banyak diadukan.
"Tetapi tentu data-data statistik ini menunjukan memang harus ada perhatian yang khusus bagi kepolisian kita. Sehingga kepolisian kita bisa benar-benar menjadi kepercayaan masyarakat di dalam menegakan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan menjaga demokrasi di negeri kita yang kita cintai ini," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Taufan menyebutkan dalam lima tahun terakhir ada sebanyak 28.305 aduan soal pelanggaran HAM. Namun setelah diseleksi lebih jauh, ada sekitar 9.800 duan yang tidak dilanjutkan karena terkendala permasalahan administratif.
"Karena sebagain itu aduannya hanya bersifar tembusan. Jadi tempat pengaduan utamanya justru bukan Komnas HAM, misalnya ORI atau yang lain-lain. Karena itu yang 9.800 ini juga karena alasan administrarif tidak kami lanjutkan," kata Taufan.
"Ada 14.363 aduan yang diteruskan yang masuk ke dalam dukungan pemantauan penyelidikan itu 4.536 kasus, kemudian ada 3.400-an kasus yang kami masukan ke dalam dukungan mediasi," imbuh dia.