Merdeka Belajar, Melangkah Maju demi Suksesi Pendidikan

Senin, 03 Mei 2021 | 11:25 WIB
Merdeka Belajar, Melangkah Maju demi Suksesi Pendidikan
Kegiatan uji coba belajar mengajar tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan di SMAN 2 Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (15/3/2021). [ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus melakukan transformasi untuk memperbaiki sistem pendidikan dengan Program Merdeka Belajar. Ada empat upaya perbaikan yang dilakukan oleh Kemendikbud.

Pertama, perbaikan pada infrastruktur dan teknologi. Kedua, perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan, serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan.

Ketiga perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. Keempat, melakukan perbaikan kurikulum, pedagogi dan asesmen.

Sampai saat ini, sudah ada sepuluh episode yang diluncurkan dalam program Merdeka Belajar.

Baca Juga: Tokoh Komunis di Kamus Sejarah Indonesia, Kemendikbud: Mereka Punya Peran

Pada episode 1, Merdeka Belajar menghadirkan empat pokok kebijakan agar paradigma dan cara lama dalam belajar dan mengajar dapat bertransformasi ke arah kemajuan.

Merdeka Belajar. (Dok. Kemendikbud)
Merdeka Belajar. (Dok. Kemendikbud)

Pada episode pertama ini, Kemendikbud menghapus ujian sekolah berstandar nasional (USBN), mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang lebih fleksibel.

Kepala SMP Negeri 2 Pakem, Sleman, DIY, Tri Worosetyaningsih menuturkan, lewat kebijakan tersebut, para pendidik di sekolahnya mengaku tidak terbebani persoalan administrasi RPP. Sebaliknya, guru menjadi lebih kreatif karena dapat menuangkan ide dan inovasinya dalam pembelajaran di kelas.

“Siswa belajar menjadi lebih menyenangkan. Mereka bisa mengembangkan kreativitas dari apa yang mereka peroleh,” tuturnya.

Pada episode 2, program yang dinamakan Kampus Merdeka diluncurkan.

Baca Juga: Jawaban Kemendikbud Soal Hilangnya KH Hasyim Asy'ari dari Kamus Sejarah

Kebijakan ini memberikan keleluasaan bergerak, baik bagi perguruan tinggi maupun mahasiswa untuk bergerak maju guna mendukung peningkatan kualitas perkuliahan.

Mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Andhika Naufal Zein yang telah mengikuti program magang bersertifikat yang merupakan bagian dari kebijakan Kampus Merdeka menyebut, kebijakan ini sungguh mengasyikkan.

“Selama magang saya bisa menerima ilmu di luar bidang yang dipelajari di kampus. Ini menambah hardskill dan softskill kita,” kata Zein.

Di Merdeka Belajar episode 3, kebijakan berupa perubahan mekanisme penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada tahun anggaran 2020 diterbitkan.

Kepala SMP Negeri 1 Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Nurdin Achmad mengungkapkan, dengan mekanisme baru tersebut, penyaluran BOS ke sekolahnya menjadi tetap waktu dan tepat sasaran.

“Pemberian honor (dari BOS) untuk guru juga sangat membantu. Kini, paling sedikit guru mendapatkan honor sebesar Rp1,2 juta dan paling tinggi Rp1,5 juta,” jelas Nurdin.

Setelah melalui epsiode ketiga, Kemendikbud sadar betul bahwa dukungan berbagai pihak sangat diperlukan untuk kemajuan pendidikan di Indonesia. Itu karena pendidikan merupakan  tanggung jawab bersama.

Maka pada episode 4, Program Organisasi Penggerak diluncurkan.

Wakil Ketua Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa, Saur Panjaitan XIII mengatakan, dengan gotong royong semua pihak dan transformasi yang tercipta, diharapkan pelaksanaan peningkatan kualitas pendidikan bisa masif dan berkelanjutan.

Sementara itu, pada Merdeka Belajar episode 5, Program Guru Penggerak dicanangkan.

Program ini menjadikan guru penggerak sebagai pendorong transformasi pendidikan Indonesia yang dapat mendukung tumbuh kembang murid secara holistik.

Guru SDN 16 Mengkiang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, yang menjadi peserta calon guru penggerak, Wanti Sila Sakti menuturkan, program ini mengajak guru untuk melihat langsung di lapangan.

“Kita jadi tahu bagaimana penerapan guru-guru dalam pembelajaran di sana. Jadi program berkelanjutan, tidak berhenti hanya di ruangan,” ujar Wanti.  

Pada Merdeka Belajar episode 6, Kemendikbud melakukan transformasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi.

Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Jamal Wiwoho berharap, melalui kebijakan tersebut, perguruan tinggi dapat menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang secara langsung dapat digunakan oleh dunia usaha dan dunia industri.

“Juga memiliki kreativitas dan semangat kewirausahaan dengan kepekaan sosial serta perspektif global,” tambah Jamal.  
     
Ada pula Merdeka Belajar episode 7, yaitu Program Sekolah Penggerak yang diharapkan mampu mengakselerasi sekolah di seluruh kondisi untuk bergerak satu hingga dua tahap lebih maju.

Program dilakukan secara bertahap dan terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia menjadi sekolah penggerak.  

Pada Merdeka Belajar episode 8, ditetapkan kebijakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pusat Keunggulan.

Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Zainal Arief menyambut baik kebijakan ini.

Menurutnya, program ini bermanfaat untuk meningkatkan dan menguatkan pendidikan vokasi, misalnya memperluas jaringan dunia industri dan usaha sebagai mitra pembelajaran.    

Di Merdeka Belajar episode 9, kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah Merdeka diberikan untuk menjamin keberlangsungan kuliah bagi mahasiswa dari keluarga tidak mampu.

Siswa SMA Negeri 1 Selong, Kabupaten Lombok Timur, penerima KIP Kuliah, Tri Hidayat Surya Maulidi menyambut baik kebijakan KIP yang kini lebih afirmatif tersebut.

“Peningkatan dana bantuan di KIP Kuliah Merdeka  membuat saya menjadi lebih berani untuk memilih pendidikan di luar daerah,” tutur Tri, calon mahasiswa Institut Pertanian Bogor.  
 
Merdeka Belajar episode 10, berupa perluasan program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Alumni penerima beasiswa LPDP, Firman Parlindungan mengaku dengan beasiswa LPDP, dirinya berhasil menjadi doktor di usia 29 tahun dari universitas di Amerika Serikat.

Firman yang kini menjadi dosen memantapkan hatinya membangun tanah kelahirannya, Aceh Barat. Sederet kebijakan Merdeka Belajar tersebut diluncurkan semata-mata untuk peningkatan kualitas pendidikan dan membentuk SDM unggul untuk Indonesia Maju.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI