Menengok ke belakang, menjadi badut sesungguhnya tak pernah terpikirkan oleh Ahmad.
Mula-mula dia diajak keponakan yang sudah lebih dulu menekuni perbadutan, karena melihat Ahmad lebih banyak menganggur di rumah.
Dia diajarkan bagaimana membuat sebuah pertunjukan di jalan dengan kostum badut.
Bermodalkan kostum boneka karakter kelinci pinjaman dari keponakan, dia memulai langkah pertama dengan uji coba selama seminggu.
Pekan pertama menjadi pengalaman yang kelak tak akan pernah bisa dilupakan Ahmad.
Setiap hari di bawah terik matahari dan di tengah udara penuh debu, dia mesti sekuat tenaga bergoyang-goyang dan melambaikan tangan ke arah pengguna jalan.
“Berat. Keringet ngalir. Kepala juga banjir keringat. Panas banget (di dalam kostum). Sampai saya sakit setengah bulan, baru sembuh tiga hari ini,” kata Ahmad.
Jalan untuk lepas dari jepitan ekonomi terlalu sulit bagi dia. Itu sebabnya, walau pernah sakit dan benar-benar tidak ada rasa nyaman berlama-lama mengenakan kostum badut, Ahmad tetap tabah menjalani pekerjaan.
“Habisnya daripada di rumah. Kalau mikirkan diri sendiri sih nggak terlalu pusing saya. Saya punya keluarga,” kata Ahmad.
Baca Juga: Kisah Penyedot Tinja: Rezeki dan Malapetaka di Balik Tahi
Keluarga tak tahu jadi badut