Sambil tak putus-putus mencari informasi proyek yang sesuai dengan keahlian -- bidang mekanikal elektrikal -- Ahmad menjadi pengamen di terminal Bekasi sampai muka gerbang tol Bekasi Timur.
“Ya semenjak mentok ini juga, semenjak nggak kerja di PT itu kerja serabutan. Kan kerja serabutan itu belum tentu ada. Sedangkan kebutuhan kan harus ada, wajib itu, nggak ada alasan itu, kita mau kerja atau nggak, nggak ada alasan itu. Sehingga kalau kita keluar, pulang harus bawa duit. Ngamen saya,” kata Ahmad.
Dia mengajak kawan yang kurang lebih bernasib sama. Dia teringat mula-mula kawannya meragukan kemampuannya dalam menghibur orang, tetapi pada akhirnya Ahmad berhasil meyakinkan dan mereka pun bekerjasama.
“Saya punya skill punya suara lumayanlah. Makanya ayo ajalah. Ya alhamdulillah. Dia juga kaget waktu kami berdua ngamen itu. Saya emang nggak bisa gitar dan nggak bisa main musik. Cuma punya suara gitu. Ya alhamduillah, nggak sengaja sih. Start jam 14.30 WIB, sampai jam 17.00 WIB itu bisa dapat Rp80 ribu lebih.”
Di lain kesempatan, pernah pula dia menjadi tukang pijat.
![Badut karakter animasi [Suara.com/Siswanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/05/02/47414-badut-karakter-animasi.jpg)
Memutuskan jadi badut
Ahmad hanya satu dari sekian banyak orang yang tak punya banyak pilihan jalan keluar dari himpitan ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Keadaan yang demikian membuat dia memegang prinsip: sangat menghargai setiap kesempatan pekerjaan yang ada.
Tapi Ahmad barangkali hanya sedikit orang terjepit keadaan yang bersedia menekuni pekerjaan menjadi badut.
Baca Juga: Kisah Penyedot Tinja: Rezeki dan Malapetaka di Balik Tahi
“Karena memang sudah nggak kecari lagilah (pekerjaan), mau kerja apa. Saya nggak pernah milih-milih kerja,” kata Ahmad.