Kisah di Balik Sukaria Badut Jalanan

Siswanto Suara.Com
Senin, 03 Mei 2021 | 03:40 WIB
Kisah di Balik Sukaria Badut Jalanan
Badut karakter animasi [Suara.com/Siswanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Bahkan, kata dia, badut yang terorganisir hanya tampil ketika mendapat undangan menghibur di sebuah acara.

“Hanya kita ini kan mandiri (badut mandiri). Jadi kalau dikatakan pengemis saya nggak setuju, beda. Pengemis itu beda dengan badut,” katanya.

Sambil berkata demikian, Ahmad menjelaskan bahwa meskipun menjadi badut, dia tetap sambil mencari-cari kesempatan kerja di bidang lain, syukur-syukur yang yang sesuai dengan keahliannya.

“Kalau ada yang ngajak kerja yang halal saya jabanin kok, saya bukan nggak berusaha. Bahkan segala segi pekerjaan itu saya ikuti yang penting itu pantas dikerjakan manusia,” kata dia.

Badut dan pandangan publik

Bagaimana perspektif pekerja badut terhadap pandangan masyarakat terhadap mereka? Ahmad berpikir sejenak sebelum menjawabnya.

Berangkat dari pengalaman yang dirasakan selama ini, Ahmad kemudian menyampaikan pandangannya.

“Nggak bisa ambil satu kesimpulan. Hanya saja yang pasti, sebagian orang masih suka, sebagian orang acuh, sebagian orang mungkin nggak peduli. Sebagian orang mengejek (pekerjaan membadut).”

“Tapi diakan nggak tahu bagaimana kehidupan kita, dia hanya tahu kehidupannya sendiri. Dia tidak tahu bagaimana sulitnya orang pengen kerja, bagaimana begitu banyak orang pengen kerja, tapi nggak bisa. Kepedulian itu sudah jarang. Mereka hanya berpikir bagaimana cara saya bisa hidup. Orang lain mau mati mau nggak, sudah masa bodoh. Itu (pandangan) sudah pada umumnya.”

Baca Juga: Kisah Penyedot Tinja: Rezeki dan Malapetaka di Balik Tahi

Bagaimana kalau nanti dilarang?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI