Sejarah THR: Warisan Orde Lama Dinantikan Hingga Kini

Farah Nabilla Suara.Com
Minggu, 02 Mei 2021 | 20:49 WIB
Sejarah THR: Warisan Orde Lama Dinantikan Hingga Kini
Ilustrasi sejarah THR [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tunjangan Hari Raya (THR) adalah salah satu hal yang paling ditunggu-tunggu menjelang Hari Raya Idul Fitri. Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengimbau para pengusaha untuk membayar THR paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 2021. Meskipun THR sudah menjadi hal yang lumrah untuk para pekerja, tapi tahukah Anda sejarah THR

1. THR Pertama Kali saat Orde Lama 

Melansir dari Implikasi Yuridis Depenalisasi Dalam Pelanggaran Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Terhadap Pekerja oleh Sholikatun (2017), THR pertama kali digalakkan pada era Orde Lama yakni ketika kabinet Soekiman Wirjosandjojo pada April 1951. 

2. THR sebagai Strategi Politik 

Baca Juga: Ingin Belanja Perabot Minimalis Dengan Diskon dan Dapat THR, Coba di Sini

Mulanya, diberlakukannya THR untuk meningkatkan kesejahteraan Pamong Pradja atau Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, lebih dari itu, THR digunakan sebagai strategi politik untuk mendukung kabinet Soekiman. Dulu, besaran THR pertama kali adalah Rp 125 ribu hingga Rp 200 ribu. 

3. Menuai Protes Buruh

Selanjutnya, kebijakan THR ini menuai protes dari para buruh karena merasa pemerintah tidak memperhatikan nasib para buruh. Terlebih pada saat itu PNS masih didominasi oleh kalangan atas, sehingga timbul ketimpangan sosial. Hal tersebut akhirnya menuai aksi mogok kerja dari para buruh. 

4. Buruh Menuntut THR 

Akibatnya, para buruh pun menuntut pemerintah memberikan hak serupa kepada para pekerja swasta sebagai bentuk kepedulian dalam menghadapi situasi ekonomi yang sedang sulit. Mengingat, menjelang lebaran kebutuhan pokok melonjak tajam. 

Baca Juga: Solidaritas May Day, Organisasi Tani Bantu Paket Beras pada Kaum Buruh

5. Pemerintah Menerbitkan Aturan THR 

Setelah Ahem Erningpraja menjabat sebagai Menteri Perburuhan, ia menerbitkan Peraturan Menteri Perburuhan no.1/1961 yang menyatakan bahwa THR adalah hak bagi buruh swasta. Hingga kini THR telah menjadi hak seluruh kaum buruh dan pekerja di Indonesia. 

Menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016, pengusaha yang tidak membayar THR Keagamaan dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, dan pembekuan kegiatan usaha.

Itulah sejarah THR atau Tunjangan Hari Raya yang kini selalu dinantikan para pekerja baik sipil maupun negeri.

Kontributor : Lolita Valda Claudia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI