Suara.com - Seorang ahli penyakit menular mengatakan dia khawatir terhadap kemampuan Indonesia dalam upaya penelusuran kontak terkait penyebaran varian baru Covid-19 India yang sudah masuk ke Indonesia.
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan hal itu menanggapi terungkapnya ada 10 orang Warga Negara Indonesia yang diketahui positif terpapar varian baru virus tersebut.
"Kita sudah lemah dari awal [dalam pelacakan kasus]," kata Dicky Budiman kepada BBC News Indonesia, Selasa (27/4).
Dicky mengkhawatirkan kemampuan pemerintah Indonesia untuk melacak kapan, di mana dan bagaimana awal mula 10 orang tersebut terpapar, karena menurutnya sistem pelacakannya (contact tracing) "lemah sejak awal".
Baca Juga: Hits Health: Varian Virus Corona India Berbahaya, Turki Lockdown Lagi
"Saking tidak jelasnya, dari mana [awal mula kasus] ini sudah tidak jelas," ujarnya. "Ini yang terjadi di Indonesia.
Baca juga:
- Covid di India: Foto-foto dari berbagai rumah sakit dan krematorium yang menggambarkan 'tsunami' virus corona
- Covid di India mencapai 332.000 kasus sehari, pemerintah Indonesia hentikan pemberian visa bagi WNA dari India
- Covid di India: WNI bercerita soal warga kasta atas, orang kaya yang 'merasa hebat dan boleh langgar protokol kesehatan'
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa varian baru virus corona yang ada di India sudah tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
"Virus itu sudah masuk juga di Indonesia, ada 10 orang yang sudah terkena virus," kata Budi Gunadi di Jakarta, Senin (26/04).
Dia menjelaskan, dari 10 orang, enam di antaranya merupakan kasus impor atau berasal dari luar negeri.
Baca Juga: Viral Dua Pemuda Apit Jenazah Ibu Naik Motor, Ini yang Terjadi
Adapun sisanya merupakan transmisi lokal, yaitu di Sumatera dua orang, seorang di Jawa Barat, dan seorang lagi di Kalimantan Selatan.
Tetapi Budi Gunadi tidak merinci nama varian atau hasil mutasi virus corona yang berasal dari India itu.
'Indonesia kebobolan'
Lebih lanjut Dicky Budiman mengaku dia tidak terlalu heran ketika mengetahui Indonesia "kebobolan" dengan kasus varian baru covid-19 muncul di Indonesia.
Ketika beberapa kasus varian baru itu ditemukan di sebuah komunitas, menurutnya, itu artinya virus "sudah menyebar dan sudah banyak" yang terpapar.
"Jadi, tidak hanya di komunitas itu saja," kata Dicky. Hal ini dia tekankan varian baru ini memiliki "kekuatan dalam kecepatan penularan".
Apabila virus Covid-19 membutuhkan dua minggu untuk penyebarannya, maka varian baru ini bisa dalam seminggu.
"Sehingga, dari satu bulan itu, bisa ribuan," kata Dicky.
Baca juga:
- Foto viral di balik cerita pilu seorang ibu yang putranya meninggal dunia setelah ditolak rumah sakit dan dirampok di jalan
- India dilanda 'tsunami Covid' setelah gelar ritual massal keagamaan dan pawai politik - 230.000 kasus dalam sehari
- Covid-19 di Uttar Pradesh, India: 'Rumah sakit penuh, warga meninggal di ambulans, krematorium penuh dengan jenazah'
Apabila Indonesia tidak mampu memperbaiki kinerjanya dalam melacak kasus, demikian Dicky, akan muncul situasi "sulit".
"Ini adalah masa yang kritis buat Indonesia," ujarnya.
Untuk itulah, dia meminta agar pemeritah terus meningkatkan upaya membatasi dan mengawasi mobilitas anggota masyarakat di pintu perbatasan, baik darat, laut, atau udara.
"Tindakan karantina, termasuk juga penguatan di dalam merespon 3T (test, tracing, dan treatment), vaksinasi terutama bagi kelompok rentan, 5M, serta surveillance genomic (pelacakan genom), harus ditingkatkan," kata Dicky.
Apa langkah pemerintah?
Pemerintah Indonesia menyatakan berkomitmen melakukan pembatasan mobilititas nasional dan internasional yang akan masuk ke Indonesia untuk mencegah importasi antar negara maupun daerah.
Wiku Adisasmito, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, mengatakan, langkah pemerintah pada skala internasional, yaitu himbauan kepada WNI agar menunda kepulangan yang tidak mendesak.
Pemerintah juga menetapkan prosedur screening dan karantina di pintu perbatasan.
"Kepada negara yang sedang mengalami krisis covid-19, yaitu India, adalah menolak kunjungan orang asing dengan riwayat perjalanan di India dalam 14 hari terakhir," kata Wiku di Jakarta, Selasa (26/04).
"Pemberian visa buat WNA asal India ditangguhkan sementara," tambahnya.
Namun demikian, Wiku menggaribawahi bahwa kesuksesan kebijakan ini sangat dipengaruhi oleh "kerjasama antara masyarakat dan petugas di lapangan".
"Mohon pastikan bahwa mekanisme screening dan karantina terlaksana di lapangan, agar kita mampu optimal, mencegah importasi kasus," katanya.
Hasil pemeriksaan 12 orang warga India yang positif
Ditanya tentang hasil whole genome sequencing (WGS) untuk mengetahui varian virus Covid-19 dari para warga negara asing (WNA) India yang sedang diisolasi, Wiku mengatakan, hasilnya belum diketahui.
"Sampai saat ini hasil WGS yang dilakukan kepada 12 WNA dari India belum selesai, akan segera kami informasikan jika hasilnya sudah keluar," katanya.
Sebanyak 117 orang warga negara India yang datang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu (21/04), 12 orang di antaranya dinyatakan positif Covid-19, menurut Kementerian Kesehatan.
Menjawab pertanyaan tentang dugaan suap seorang warga Indonesia yang baru tiba dari India kepada "dua orang oknum" di Bandara Soeharto-Hatta, Wiku mengatakan pihaknya "tidak bisa menolerirnya".
Warga berinisial JD itu, menurut polisi, berusaha menyuap oknum di bandara agar dibebaskan dari kewajiban karantina selama 14 hari. Mereka sudah ditangkap oleh kepolisian.
"Jangan pernah berani bermain dengan nyawa karena satu nyawa sangat berarti dan ternilai harganya," kata Wiku.
Bagaimana perkembangan terkini di India?
Pelaksana fungsi penerangan sosial dan budaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di New Delhi, India, Hanafi mengatakan, kekurangan oksigen dan fasilitas tempat tidur di rumah sakit dan fasilitas kesehatan di India menjadi sorotan media.
Laporan-laporan itu menyoroti sejauh mana kemampuan pemerinta India mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut di tengah naiknya angka warga yang terpapar Covid-19.
Gambaran situasi seperti ini, demikian Hanafi, menimbulkan "kekhawatiran dan ketakutan" pada sebagian masyarakat negara itu, termasuk WNI yang tinggal di sana.
"Saya sendiri, dengan angka 350.000 per hari [yang terpapar], tentulah ada rasa khawatir dan takut," ungkapnya saat dihubungi BBC New Indonesia, Selasa (27/04) pagi.
Namun demikian, sejauh pengamatannya, secara umum tidak terlihat kepanikan di kalangan masyarakat India.
"Yang 'ramai' itu di fasilitas-fasilitas kesehatan, sedangkan di tempat lain, apalagi sedang lockdown, kondisinya sepi dan lalu lintas sangat terbatas," ungkap Hanafi.
Meskipun demikian, masyarakat relatif tidak kesulitan untuk mendapatkan bahan pokok, makanan, obat-obatan, lantaran layanan pengantaran (delivery) masih diizinkan.
"Itu yang membuat masyarakat lebih tenang," tambahnya.
Bagaimana nasib WNI yang tinggal di India?
Di India, ada 750 Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja dan sekolah. Menurut catatan KBRI di New Delhi, mereka tersebar di 18 negara bagian.
KBRI sudah dan terus "membangun komunikasi" dengan mereka melalui whatsapp group atau zoom. "Kami juga bahkan kontak satu per satu untuk memonitor kondisi mereka," ujarnya.
Dalam proses itulah, KBRI menyebarkan informasi yang "perlu mereka ketahui" serta "himbauan".
Dari komunikasi itulah, KBRI memperoleh laporan ada ada 29 WNI yang positif terpapar virus corona. Mereka saat ini sedang menjalani isolasi mandiri.
"Tapi mungkin angkanya sudah turun, ada satu atau dua sudah sembuh hari ini (Selasa, 27 April 2021)," tambah Hanafi.
Tinggal di rumah sampai 'badai berlalu'
Ditanya apakah KBRI di New Delhi menggali informasi dari para WNI yang tertular virus itu perihal bagaimana mereka tertular, Hanafi mengaku sudah melakukannya.
Menurutnya, sebagian WNI yang terpapar mengaku "tidak terlalu paham" di mana, kapan dan bagaimana mereka tertular.
"Tiba-tiba saja merasa tidak enak badan, atau baru ketahuan setelah kantornya melakukan PCR," ungkapnya. "Tapi mereka tidak tahu di mana terpaparnya."
"Karena dari angka yang begitu tinggi [yang tertular covid] di India, kekuranghati-hatian sedikit pun kita bisa terpapar," ujarnya.
Hanafi mengaku "mengurung diri" di rumah agar tidak tertular infeksi ini. Hal ini sejalan dengan kebijakan KBRI di New Delhi yang sudah memutuskan agar semua bekerja dari rumah.
KBRI juga menyarankan agar semua warga Indonesia yang tinggal di India agar tinggal di rumah dulu "sampai badai ini berlalu", katanya.