Geger! Oknum Polisi Siksa Dua Bocah di Sulteng, Kontras: Usut Tuntas!

Rabu, 28 April 2021 | 08:16 WIB
Geger! Oknum Polisi Siksa Dua Bocah di Sulteng, Kontras: Usut Tuntas!
Ilustrasi penganiayaan (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Kapolda Sulawesi Tenggara untuk segera memproses hukum dua oknum anggota Polsek Sampuabalo, terkait dugaan penyiksaan kepada dua orang anak di bawah umur dan seorang pemuda.

“Kami mendesak Kapolda Sulawesi Tenggara untuk segera melakukan proses hukum secara transparan dan akuntabel terhadap anggota kepolisian yang melakukan penyiksaan serta intimidasi terhadap korban,” kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi Kontras, Arif Nur Fikri dikutip dari laman Kontras, Rabu (28/4/2021).

Berdasarkan informasi yang diterima Kontras, dua orang anak di bawah umur berinisial LA (12 tahun) dan RN (14 tahun), serta seorang pemuda bernama Muslimin (22 tahun) menjadi korban penyiksaan, yang diduga dilakukan anggota Polsek Sampuabalo, yakni Idarvi Sulastion dan Marwan.

Ketiga anak yang disebut Kontras sebagai korban itu berasal Desa Manuru, Kecamatan Siontapina, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Mereka disiksa dan dipaksa untuk mengakui perbuatan pencurian berupa handphone, laptop, dan uang tunai sebesar Rp 100 juta, yang dituduhkan.

Mereka disiksa pada saat proses pemeriksaan. Seperti yang dialami LA, usai ditangkap pada 2 Januari 2021, dia mengalami tindak kekerasan yang diduga dilakukan Idarvi Sulation.

“Yang dilakukan oleh Idarvi Sulation saat proses pemeriksaan. Hal ini tampak dari pengakuan korban yang menjelaskan, bahwa saat diperiksa korban mengalami tindakan penyiksaan berupa dipukul berkali-kali, ditampar, bibirnya dilempar dengan asbak besi, dan ditempelkan sebilah parang di lehernya, serta diancam akan dibunuh apabila tidak mengakui perbuatan,” jelas Arif.
“Bahwa pada akhirnya korban anak LA terpaksa memberikan pengakuan bahwa memang benar yang memberikan handphone kepada korban anak RN adalah korban Muslimin. Pengakuan tersebut dibuat didasari karena ketakutan atas ancaman yang diterima;,” sambungnya.

Karena pengakuan LA itu, kemudian korban atas nama RN turut dijemput ke Kantor Polsek Sampuabalo.

“Ketika sampai di sana diduga (RN) mengalami penyiksaan berupa ditampar pipi kiri dan pipi kanan menggunakan sandal jepit oleh anggota Polsek Sampuabalo yakni Idarvi Sulastion,” tutur Arif.

Selain itu, korban RN juga mengalami tindak kekerasan lainnya, yakni diancam menggunakan senjata.

“Ditendang dua kali pada bagian perut dan diancam dengan menodongkan senjata di bagian paha dan telapak tangannya, serta kepala oleh anggota Polsek Sampuabalo yakni Idarvi Sulastion dan Marwan,” jelas Arif.

Karena penyiksaan itu, RN pun bernasib sama dengan LA, mengakui perbuatannya yang berujung dengan pemeriksaan terhadap Muslimin.

“Bahwa kemudian atas pengakuan korban anak LA dan RN, korban Muslimin ditangkap oleh Polsek Sampuabalo. Korban anak LA dan RN, serta korban Muslimin terpaksa mengakui kesalahan yang tidak pernah diperbuat,” kata Arif.

Atas dugaan penyiksaan itu, pihak keluarga korban dan pendamping hukumnya telah mengajukan pengaduan ke Propam Polda dengan nomor laporan : SP2/26/IV/2021/aduan.

“Kami menilai telah terjadi penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal di kepolisian,” imbuh Arif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI