Suara.com - Lebaran tak lagi disambut dengan penuh tempik sorak sopir, kernet, dan beragam orang yang bekerja di terminal maupun angkutan umum.
Per sewarsa lalu, ketika taun bernama covid-19 menyerang, semua kegiatan mudik pada masa libur Idul Fitri dilarang pemerintah.
Jadi, ini tahun, sudah kali kedua mereka meranyah menjelang masa mudik lebaran. Ibarat kata, derita sudah setinggi leher.
Belum lama, pemerintah pusat resmi mengubah masa berlaku aturan pelarangan jelang mudik lebaran 2021, dari sebelumnya hanya 10 hari menjadi satu bulan, yakni 22 April sampai 24 Mei 2021.
Baca Juga: Dilarang Mudik, Belum Ada Pemulangan Tiket Bus di Terminal Lebak Bulus
Melalui addendum Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 yang diteken Ketua Satgas Covid-19 Doni Monardo, diatur pengetatan persyaratan pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) selama H-14 peniadaan mudik. Hal itu berlaku sejak 22 April sampai 5 Mei 2021.
Tentunya, hal ini sangat berpengaruh terhadap penjualan tiket bus dengan trayek antarkota antarrovinsi alias AKAP di Terminal Lenak Bulus, Jakarta Selatan. Singkat kata, para sopir dan awak bus sepi pekerjaan.
"Wah, resah dan gelisah. Keluarga di rumahnya gimana itu? Kan butuh makan, butuh baju buat lebaran. Boro-boro buat beli baju, buat makan saja susah, tidak ada," kata Sumardi, Ketua Paguyuban AKAP Jakarta Selatan.
Menurut Sumardi, ini sudah kali kedua nasib para sopir dan awak bus di unjuk tanduk saat menjelang mudik lebaran.
Misalnya, ada perusahaan otobus yang memunyai 20 unit bus, namun yang bisa jalan dan mengantar penumpang hanya setengahnya.
Baca Juga: Satgas Revisi Larangan Mudik, Paguyuban AKAP: Tidak Jelas, Bikin Bingung
Umpama PO punya 40 bus, tapi yang bisa beroperasi cuma 20 unit. PO yang punya armada 10, yang jalan hanya 5 unit.
"Pokoknya kru-kru ibaratnya sudah susah nafas," sambungnya.
Mewakili segenap sopir dan kru bus di Terminal Lebak Bulus, Sumardi berharap pemerintah mampu memberikan solusi.
Sebab hingga kekinian tak ada bantuan apa pun yang diterima sopir dan awak bus pada saat larangan mudik lebaran.
"Belum ada (bantuan). Istilahnya yang miskin semakin miskin, yang kaya semakin kaya. Kasihan sopir dan kru yang sudah dua tahun tidak pulang, tidak ketemu anak istri, penghasilan tidak ada. Mohon kebijakan yang terbaik. Ya mohon pemerintah kasih solusi, kalau sudah kasih aturan, harusnya kasih solusi," beber dia.
Sumardi menilai, penjualan tiket bus yang melayani trayek AKAP turun sampai 50 persen. Selain membikin para sopir dan kru bus kebakaran jenggot, kata Sumardi, aturan ini rupanya turut membingungkan calon penumpang.
"Penjualan istilahnya turun lah, drastis sampai 50 persen kok. Penumpang istilahnya juga bingung. Dulu boleh pulang sampai tanggal 6 Mei. Tapi sekarang malah maju aturannya. Ya lonjalan penumpang ya tidak naik. Semakin turun lah," sambungnya.
Untuk itu, dia berharap pemerintah pusat dapat memberikan solusi terkait hal tersebut. Bagi dia, kegiatan mudik di masyarakat Indonesia sudah menjadi budaya, tidak bisa dilawan.
"Kan mudik ini naluri, adat, tidak bisa dilawan. Mudah-mudahan pemerintah tidak membuat aturan yang merugikan siapa pun, ya kami perusahaan ikut aja," beber dia.
Sejurus dengan hal tersebut, Sumardi yang mewakili para sopir, kru bus, hingga PO bus tetap akan taat pada aturan yang ada. Bagi para calon penumpang yang tidak mempunyai hasil tes swab dan genose tidak akan dilayani.
Sebelumnya, Satgas merevisi masa berlaku aturan pelarangan jelang mudik lebaran dari sebelumnya hanya 10 hari menjadi satu bulan, dari 22 April sampai 24 Mei 2021.