Suara.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memilih diam saat ditanya soal isu reshuffle kabinet Indonesia Maju yang santer dialamatkan kepada dirinya.
Saat ditemui awak media di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Nadiem enggan menjawab, ia langsung masuk ke mobilnya dan pergi meninggalkan PBNU.
Dia hanya menjawab bahwa pertemuan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kemarin tidak terkait dengan isu reshuffle.
"Enggak itu mengenai mendapatkan input dan pengalaman beliau untuk transformasi pendidikan dan bagaimana mengakselerasi merdeka belajar. Bukan mengenai kamus ini," kata Nadiem di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (22/4/2021).
Baca Juga: Sowan ke PBNU, Menteri Nadiem Minta Maaf dan Janji Revisi Kamus Sejarah
Sebelumnya, Megawati menjelaskan pertemuan keduanya membahas isu mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia tidak dimasukan dalam Standar Pendidikan Nasional, dia khawatir generasi muda akan kehilangan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.
"Selain sebagai dasar dan ideologi negara kita, Pancasila juga berfungsi sebagai kepribadian bangsa Indonesia, sehingga kalau menurut saya mata pelajaran Pancasila itu wajib masuk dalam kurikulum pendidikan di semua jenjang," kata Megawati dalam keterangannya, Rabu (21/4/2021).
Wejangan itu langsung disambut oleh Nadiem dengan memastikan bahwa mata pelajaran Pancasila akan tetap masuk dalam Standar Pendidikan Nasional.
Pertemuan itu juga dihadiri oleh Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, dan juga Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Diketahui, Kemendikbud telah mengajukan usulan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP) agar tetap mewajibkan mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam kurikulum.
Baca Juga: Diminta Bersabar soal Reshuffle, Jubir: Cuma Jokowi dan Allah SWT yang Tahu
Pengajuan revisi PP SNP merujuk kepada pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, kemudian Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.