PTC Sebut PN Jaksel Tak Berwenang Adili Sidang Gugatan Warga Pancoran Buntu

Rabu, 21 April 2021 | 15:54 WIB
PTC Sebut PN Jaksel Tak Berwenang Adili Sidang Gugatan Warga Pancoran Buntu
Penampakan sidang lanjutan gugatan sengketa lahan Pancoran Buntu II yang digelar di PN Jaksel. (Suara.com/Arga)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sidang perdata sengketa lahan di Jalan Pancoran Buntu II kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (21/4/2021) hari ini. Adapun persidangan ini beragendakan jawaban dari PT Pertamina serta PT. Pertamina Training & Consulting (PTC) selaku pihak tergugat.

Dalam sidang yang berlangsung di ruang 4 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jawaban dari pihak tergugat hanya diberikan secara tertulis. Artinya, jawaban mereka telah dianggap dibacakan dalam persidangan.

Dengan demikian, majelis hakim memutuskan jika persidangan akan kembali dilanjutkan pada Rabu (5/5/2021) mendatang. Adapun agendanya adalah pembuktian dari PT. Pertamina dan PT. PTC selaku pihak tergugat.

Ditemui usai sidang, Ahmad Suyudi selaku kuasa hukum PT PTC menyatakan, jawaban mereka berkaitan dengan kewenangan kompetensi. Dengan kata lain, PN Jaksel dianggap tidak berwenang mengadili, memeriksa, dan memutuskan perkara ini.

Baca Juga: Sidang Gugatan Kasus Bansos, KPK-MAKI Sepakat Tak Hadirkan Saksi dan Ahli

Namun, ketika awak media mencoba meminta salinan jawaban tersebut, Suyudi tidak dapat memberikannya dengan alasan materi persidangan. Tak hanya itu, Suyudi menyebut jika pihaknya akan mengajukan bukti berupa AD/ART dari pihak PT. PTC.

"(Jawaban) tentang kewenangan kompetensi ya, jadi PN Jakarta Selatan tidak berwenang. Kami akan mengajukan bukti nanti AD/ART kami," kata Suyudi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saat disinggung mengenai dugaan perampasan lahan milik ahli waris Sanjoto Mangunsasmito, Suyudi menampiknya. Dia mengklaim, PT PTC tidak melakukan perampasan lahan eks Wisma Intirub tersebut lantaran telah melakukan sosialisasi.

"Oh kami tidak merampas lahan, tidak ada. Kami melakukan sosialisasi kemudian kami melakukan persuasif atau komunikasi dua arah," sambungnya.

Berkaitan dengan alat berat atau beko yang sempat menduduki pemukiman warga beberapa waktu lalu, Suyudi juga tidak mengetahuinya. Dia hanya menegaskan jika pihak PT. PTC telah melakukan sosialisasi terlebih dahulu.

Baca Juga: Gugat KPK, MAKI Sebut 20 Izin Penggeledahan Kasus Bansos Kemensos Terlantar

"Oh tidak ada (alat berat masuk), memang sudah ada di situ. Kami tidak tahu detailnya. Tapi yang jelas kami lakukan sosialisasi dulu dan mereka rata-rata tokoh sudah bersedia dan mengetahui, bukan pemilik langsung," singkat dia.

Sementara itu, kuasa hukum ahli waris Sanjoto Mangunsasmito selaku pihak pemohon, Edi Danggur mengaku belum membaca jawaban dari pihak tergugat. Namun, kata Edi, jawaban pihak termohon berkaitan dengan kompetensi absolut.

"Tapi tadi saya dengar mereka mengajukan kompetensi absolut. Artinya, hakim di PN Jaksel dianggap tidak mempunyai wewenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara ini. Itu menurut mereka," beber Edi.

Edi turut menyampaikan, majelis hakim dalam persidangan tadi juga sempat bertanya kepada pihak PT. PTC. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan bukti yang menyatakan kalau Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak mempunyai wewenang mengadili perkara ini.

"Tadi hakim tanya, 'kamu bisa buktikan bahwa kami tidak mempunyai kompetensi? Mana buktinya?'. Mereka tidak bisa bawa hari ini. Akhirnya hakim bilang sidangnya ditunda dua minggu lagi," beber Edi.

Menurut Edi, perkara sengketa lahan ini pernah diadili, diperiksa, dan diputuskan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada medio 1970-an. Bahkan, putusan ihwal hal tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap di Mahkamah Agung.

"Kemudian dieksekusi, dikosongkan lalu diserahkan kepada klien saya yaitu Mangkusasmito Sanjoto," sambung Edi.

Pada kenyataanya, pihak PT PTC malah menggunakan instrumen kekerasan berupa gerombolan perewa dari ormas Pemuda Pancasila hingga aparat kepolisian untuk merampas lahan tersebut. Menurut Edi, pihak termohon sampai detik ini tidak bisa menunjukkan bukti penetapan pengadilan tersebut.

"Sekarang, setelah dieksekusi, mereka kan merampas kembali dengan pakai ormas Pemuda, polisi, dan tentara. Itu yang kami gugat. Namanya eksekusi itu, harus ada penetapan pengadilan. Mereka tidak bisa tunjukan penetapan pengadilan itu," pungkas Edi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI