Suara.com - Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Mohammad Nuh menyampaikan pentingnya berwakaf dalam kehidupan masyarakat.
"Ada banyak alasan kenapa kita berwakaf dan kenapa terus menyuarakan menghidupkan perwakafan. Pertama, urusan wakaf ini bukan urusan biasa, tapi luar biasa yang sudah dicontohkan oleh rasulullah," kata Nuh dalam sebuah diskusi di Hotel Mercure, Jakarta, Selasa (20/4/2021).
Nuh menyebut wakaf sudah menjadi gaya hidup di zaman nabi Muhammad SAW, selain bersedekah dan berzakat. Sedangkan zakat, infaq, sedekah bersifat biaya operasional keumatan atau disebut juga operational expenditure (Opex).
"Zakat akan habis begitu diterima, dibagikan, tahun depan direview kembali. Infaq sedeqah demikian untuk operasional keumatan," ujar dia.
Baca Juga: BWI Bantah Wakaf Uang Bakal Dipakai untuk Menutup Defisit Anggaran APBN
Sementara wakaf, kata Nuh bersifat strategis untuk membangun peradaban. Sehingga tidak boleh berkurang, namun harus bertambah.
"Karena harta wakaf tidak berkurang, justru harus tambah. Aset wakaf tidak boleh langsung dibagi-bagi penerima manfaat, tapi harus dikelola dulu," tuturnya.
Adapun aspek pengelolaan zakat, infaq, sedekah dan wakaf sangat berbeda. Zakat sendiri harus dikelola oleh amil dan jatah pengelola zakat bisa diambil langsung. Sementara pengelola aset wakaf, dituntut untuk dikelola agar terus bertambah.
Tak hanya itu, lanjut Nuh, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari terjadi peningkatan jumlah orang miskin di Indonesia akibat pandemi Covid-19.
"Kondisi sosio ekonomi saat ini sama dengan kondisinya seperti tahun 2016. Pada 2017-2018-2019 sudah membaik, sekarang kembali lagi. Ini nggak mungkin hanya diserahkan ke pemerintah saja untuk membantu saudara-saudara kita. Termasuk juga gini rasionya. Gini rasio sudah baik sekarang naik lagi 0.34 atau 0.4," ucap Nuh.
Baca Juga: Wapres: Seharusnya Kita Berterima Kasih kepada Presiden
Karena itu, kehadiran wakaf uang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyakarat. Bahkan dapat menurunkan gini rasio dan menekan ketimpangan sosial. Sehingga perbedaan orang kaya dan miskin bisa ditekan.
Menurut Nuh, masyarakat tidak hanya bisa mewakafkan tana, tetapi juga dapat mewakafkan uang. Wakaf uang itu telah ditetapkan dalam fatawa MUI pada 2002 lalu.
"Maka orang yang berwakaf itu bisa fleksibel lagi. Kalau dulu harus jadi orang kaya dulu karena harta yang diwakafkan berupa tanah, sekarang Rp5 ribu, Rp10 ribu bisa," tutur Nuh.
Karena itu ia mengajak semua pihak untuk menggalakkan literasi wakaf uang kepada masyarakat. Sehingga kesejahteraan masyakarat dapat ditingkatkan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan di tahun 2021 Pemerintah terus mencari terobosan untuk mengurangi ketimpangan sosial dan mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok Indonesia. Ia pun kerap menekankan pentingnya redistribusi aset, perluasan akses permodalan, penguatan keterampilan dan penguatan budaya dalam mengatasi kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Jokowi menyebut salah satu langkah terobosan yang perlu dipikirkan yakni pengembangan lembaga keuangan syariah yang dikelola berdasarkan sistem wakaf. Potensi wakaf di Indonesia dinilai sangat besar, baik berupa wakaf benda tidak bergerak, benda bergerak, termasuk wakaf dalam bentuk uang.
"Potensi wakaf sangat-sangat besar di negara kita," kata Jokowi dalam pidato peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Peresmian Brand Ekonomi Syariah di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/1) lalu.
Potensi aset wakaf per tahun kata Jokowi mencapai Rp2 ribu triliun dan potensi wakaf uang dapat menembus diangka Rp188 triliun. Karena itu Jokowi menuturkan perlu ada perluasan cakupan pemanfaatan wakaf, bukan hanya untuk ibadah, namun untuk tujuan sosial.