Suara.com - Taiwan semestinya menjadi salah satu tempat dengan curah hujan tertinggi di dunia - iklimnya subtropis di wilayah utara dan tengah, dan tropis di selatan. Angin topan sering terjadi pada musim panas dan musim gugur, dan juga terjadi musim semi. Di sini sering turun hujan sehingga payung ditempatkan di stasiun kereta bawah tanah dan pusat bisnis untuk dipinjam siapa saja.
Tetapi sesuatu yang tidak biasa terjadi tahun lalu - tidak ada topan yang melanda pulau itu. Apalagi, hanya sedikit hujan dalam setahun terakhir.
Kondisi itu telah menjerumuskan Taiwan ke dalam kekeringan terburuk dalam 56 tahun. Banyak dari waduk di Taiwan hanya berisi 20% dari kapasitas air, dengan beberapa di antaranya hanya diisi kurang dari 10% dari kapasitas waduk.
Waduk Baoshan No. 2 yang terletak di Hsinchu adalah salah satu dari dua sumber air utama untuk industri semikonduktor - bahan dasar perangkat elektronik - senilai $100 miliar, atau sekitar Rp1,4 triliun. Akan tetapi permukaan air waduk itu saat ini berada pada titik terendah - hanya 7% dari total kapasitas waduk.
Baca Juga: Curah Hujan Tinggi, Waspada Banjir Bandang di 4 Wilayah Riau Ini
- Dari hari tanpa air menuju ke 'kota dengan 1.000 penampungan air', bagaimana cara kota di India ini pulih dari kelangkaan air bersih akut
- Zimbabwe: Pernah jadi lumbung pangan, kini 'lima juta penduduknya hadapi krisis pangan'
- Kondisi darurat iklim global 'jelas dan tak terbantahkan', kata ribuan ilmuwan
Jika waduk ini dan waduk lainnya di Taiwan terus mengering, itu akan merugikan sektor elektronik global, sebab chip komputer yang digunakan oleh banyak orang, mendapat daya dari semikonduktor yang dibuat oleh perusahaan Taiwan.
Itu merupakan komponen kunci dari berbagai perangkat elektronik, mulai dari ventilator hingga ponsel. Di sisi lain, pandemi telah membuat permintaan meningkat namun pasokan kian terbatas.
AS kini khawatir akan ketergantungannya yang berlebihan pada chip komputer yang dibuat di luar negeri, termasuk di Taiwan.
Sektor ini merupakan penyumbang besar bagi perekonomian Taiwan secara keseluruhan, akan tetapi membutuhkan banyak air untuk membersihkan wafer yang digunakan di banyak perangkat teknologi.
Demi memastikan pasokan air, pemerintah berhenti mengairi lebih dari 74.000 hektar lahan pertanian tahun lalu.
Baca Juga: Curah Hujan Rendah, Petani di Fakfak Manfaatkan Embung
Pemerintah juga mematikan keran pasokan air untuk penduduk dan bisnis di tiga kota dan kabupaten, termasuk salah satu kota terbesarnya, Taichung, dua hari dalam sepekan.
Di daerah yang mengalami kekeringan, pengguna industri bervolume tinggi termasuk produsen semikonduktor telah diminta untuk mengurangi penggunaan air sebesar 13%, dan pengguna non-industri, seperti salon rambut dan bisnis cuci mobil, sebesar 20%.
Para petani menjadi kelompok yang paling terdampak.
Layaknya petani Taiwan lainnya, Cheng-deng, generasi keempat petani beras di Hsinchu, terpaksa meninggalkan tujuh hektare lahannya.
"Kami juga memikirkan ekonomi negara kami, tetapi mereka tidak boleh sepenuhnya berhenti menyediakan air. Anda bisa memberi kami air selama dua hari dalam seminggu atau satu hari. Petani akan menemukan jalan. Tapi sekarang mereka sudah benar-benar menghentikan air kami, petani tidak dapat menemukan jalan keluar. Anda berfokus sepenuhnya pada semikonduktor," kata Chuang.
Pemerintah memberikan kompensasi bagi para petani, tapi Chuang berkata justru banyak pemilik tanah yang mengambil subsidi, dan para petani tak dapat menentangnya karena khawatir mereka tak akan dapat menyewa tanah.
Bahkan jika para petani mendapatkan uang, mereka berisiko merusak merek dan kehilangan pelanggan karena tidak mengembangkan produk mereka.
Ia mengatakan pemerintah telah mendorong kaum muda untuk bertani, karena petani Taiwan semakin tua. Akan tetapi, para petani muda sekarang tidak memiliki kemampuan untuk bertani setelah mereka berinvestasi untuk peralatan dan lahan mereka.
"Para petani merasa benar-benar tidak berdaya," kata Chuang, sambil memandang sedih saluran irigasi kering yang melintasi ladangnya.
Para ahli mengatakan Taiwan seharusnya melihat tanda-tanda peringatan itu.
"Taiwan mengalami penurunan yang signifikan dalam jumlah hari dengan hujan setiap tahun sejak 1960-an," kata Hsu Huang-hsiung, pakar perubahan iklim di lembaga pemikir yang didanai pemerintah, Academia Sinica.
Di beberapa bagian pulau, jumlah periode hujan setiap tahun telah berkurang sekitar 80 hari.
Dan tren pemanasan di Samudra Hindia sejak 1950, kemungkinan telah berdampak pada sistem tekanan tinggi Samudra Pasifik tahun lalu, yang mencegah hujan turun pada bulan Juni dan mengurangi jumlah topan yang terbentuk, menurut para ahli.
"Perubahan iklim tidak pernah menjadi pusat diskusi di pemerintah atau masyarakat kita. Meskipun semua orang berbicara tentang ketakutan akan perubahan iklim, itu cenderung hanya basa-basi. Mereka mengungkapkan kepedulian, tetapi tidak mengambil tindakan apa pun," kata Hsu.
Kecenderungan orang Taiwan untuk menerima air begitu saja - dan beberapa di antaranya akan mengatakan pengabaian pemerintah tentang bagaimana sumber daya air dikelola - adalah akar dari masalah kekurangan pasokan air di Taiwan, menurut orang-orang yang telah menyelidiki masalah tersebut.
Jika Anda melihat Taiwan secara keseluruhan, curah hujannya cukup. Masalahnya adalah bagaimana kami menggunakan air," kata Kuo Yu-ling, seorang petani muda.
"Masalah pertama adalah pipa pipa air kami bocor. Masalah lainnya adalah bagaimana kami mengalirkan air dari satu tempat ke tempat lain. Saya tidak tahu apakah pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengalirkan arair dari Taiwan bagian timur ke barat, karena daerah timur menikmati hujan selama beberapa bulan dalam setahun, tapi Hsinchu dan daerah utara tak pernah turun hujan."
Pipa bocor telah menyebabkan Taiwan kehilangan hampir 14% airnya. Deforestasi juga menyebabkan limpasan tanah ketika terjadi hujan, yang mengakibatkan penumpukan sedimen di waduk, mengurangi kapasitas mereka untuk menahan lebih banyak air.
Pemerintah telah mengatasi masalah ini: misalnya, tingkat kebocoran pipa menurun dari 20% pada satu dekade lalu.
Namun, harga air Taiwan yang terkenal rendah - disalahkan karena memberi konsumen sedikit insentif untuk menghemat air - tampaknya tidak tersentuh.
Beberapa orang mengatakan itu karena akan sangat tidak populer untuk menaikkan harga dan politisi takut melakukannya karena mereka tidak ingin kehilangan suara.
Dengan US$0,39, atau sekitar Rp5.654 per ton, tarif air Taiwan adalah yang terendah kedua di antara 35 negara dan wilayah yang disurvei; setengah biaya tarif Korea Selatan, empat kali lebih rendah dari AS dan enam kali lebih rendah dari tarif air di Inggris.
Badan Sumber Daya Air mengatakan: "Karena perkembangan ekonomi dan sosial serta keadilan sumber daya sosial, hal itu masih dievaluasi dengan hati-hati dan tidak ada rencana penyesuaian yang matang untuk saat ini."
Sebaliknya, mereka mencari solusi di perairan sekitar Taiwan, berencana membangun lebih banyak pabrik desalinasi air laut.
Sebagian besar berlokasi di pulau-pulau terpencil, dengan hanya tiga di pulau utama Taiwan.
Sebuah fasilitas baru telah dibangun di Hsinchu untuk mengatasi kekeringan saat ini, tetapi hanya dapat mengolah 13.000 ton air setiap hari, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 170.000 ton yang digunakan setiap hari hanya oleh Taman Sains Hsinchu, yang menjadi basis pembuat semikonduktor berada.
Putus asa karena hujan, pemerintah telah mencoba memanipulasi cuaca dengan melakukan penyemaian awan berkali-kali, sementara pejabat dari Badan Irigasi mengadakan upacara pemujaan hujan pada awal Maret di mana mereka berdoa memohon bantuan dari Mazu, dewi laut dalam tradisi Tao dan Buddha.
Mereka berharap musim hujan tahunan, yang biasanya berlangsung dari pertengahan Mei hingga pertengahan Juni, akan membawa banyak hujan.
Tapi itu tidak bisa diharapkan.
Tahun lalu, pada bulan Mei musim hujan telah usai dan curah hujan tidak cukup.
Untuk saat ini, orang-orang yang tidak memiliki air ledeng mengisi ember mereka dua kali seminggu sebelumnya, atau mengambil air dari tangki yang dipasang di jalan pada hari libur.
TSMC dan pembuat chip lainnya sedang mempersiapkan skenario terburuk.
Mereka mendaur ulang lebih banyak air yang mereka gunakan - TSMC mengatakan mendaur ulang lebih dari 86% pasokan airnya.
Perusahaan juga membeli air dari lokasi konstruksi dan tempat lain yang. Sejauh ini, katanya, operasional perusahaan tidak terpengaruh.
Kuo Yao-cheng, juru bicara Badan Sumber Daya Air, mengatakan setiap orang harus turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini.
"Pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini. ... Setiap orang dan setiap sektor harus memikirkan tentang bagaimana kita dapat menghemat air, terutama karena perubahan iklim akan menyebabkan curah hujan yang tidak mencukupi," kata Kuo.
Sementara itu, Chuang kini menanam semangka dan bunga matahari, yang membutuhkan lebih sedikit air.
Ia memompa air tanah dari sumur yang ia gali di ladangnya untuk menyirami tanamannya.
Namun ia yakin mengorbankan pertanian setiap kali terjadi kekeringan hanya akan memperburuk tingkat swasembada pangan - jumlah makanan yang ditanam secara lokal dan dikonsumsi warga, serta tidak diimpor dari luar negeri - Taiwan yang sudah rendah.
"Kami harus menemukan solusi jangka panjang untuk masalah ini," kata Chuang.
Jika Taiwan tidak menjawab tantangan tersebut, baik pertanian maupun industri semikonduktornya yang berharga akan menderita di tahun-tahun mendatang.