ICJR: Revisi UU ITE Diperlukan untuk Lindungi Korban Kekerasan Seksual

Selasa, 20 April 2021 | 13:36 WIB
ICJR: Revisi UU ITE Diperlukan untuk Lindungi Korban Kekerasan Seksual
Ilustrasi kekerasan seksual, pelecehan seksual. (Suara.com/Ema Rohimah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai bahwa saat ini Undang-Undang ITE, khususnya Pasal 27 Ayat 1 terkait pelanggaran kesusilaan telah memberikan ketakutan.

ICJR mengatakan, revisi terhadap UU ITE perlu dilakukan untuk melindungi korban kekerasan seksual.

Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan dalam Pasal 27 Ayat 1 UU ITE terkait dengan kesusilaan saat ini hanya berorientasikan pada konten.

"Kan kita sama-sama tahu gitu bahwa pelanggaran kesusilaan yang dilarang dalam konteks hukum di Indonesia itu ada 2 apabila ditujukan untuk umum ataupun itu juga dilakukan dalam ranah privat salah satu pihak harus tidak setuju, tidak berkehendak," kata Maidina dalam diskusi daring bertema 'Perlindungan Kekerasan Seksual dalam Revisi UU ITE', Selasa (20/4/2021).

Baca Juga: ICJR Minta Pemerintah Utamakan Pemulihan Korban Bom Makassar

"Konsep tidak berkehendak ini tidak diatur dalam Undang-Undang ITE di mana orientasinya hanya pada konten orientasi hanya pada konteks kesusilaan maka tidak bisa melindungi apa namanya tidak bisa melindungi korban," sambungnya.

Maidina menyampaikan, kasus kesusilaan dalam ruang publik seharusnya sudah cukup bisa dijerat dengan Undang-Undang Pornografi. Namun, kekinian hal itu bisa dijerat juga dengan UU ITE Pasal 27 Ayat 1.

"Yang dibutuhkan oleh undang-undang ITE pasal 27 ayat 1 saat ini adalah sebagaimana bisa melindungi korban kekerasan seksual yang mana dia terjerat dalam konteks melanggar kesusilaan yang mana tidak dikehendaki adanya kesusilaan tersebut pada dirinya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Maidina dan pihaknya meminta agar tim kajian UU ITE di Kemenkopolhukam saat ini bisa fokus terhadap apa yang telah disampaikannya. Menurutnya, revisi diperlukan untuk melindungi korban.

"Nah ini yang sebenarnya perlu menjadi catatan dalam revisi Undang-Undang ITE khususnya pasal 27 ayat 1 di mana dia harusnya juga bisa melindungi korespondensi private. Namun di satu sisi konsep sifat yang mengandung unsur paksaan yang mengandung unsur ancaman bagi korban kekerasan seksual maka sebenarnya bisa dilarang dengan instrumen Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang ITE," tandasnya.

Baca Juga: Meneropong Arah Revisi UU ITE dan Hak Kebebasan Berekspresi

Revisi UU ITE

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan semangat awal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk menjaga agar ruang digital Indonesia berada dalam kondisi bersih, sehat, beretika, dan produktif.

Namun Jokowi meminta agar implementasi terhadap undang-undang tersebut jangan sampai menimbulkan rasa ketidakadilan.

Kepala Negara kemudian meminta pada Kapolri untuk meningkatkan pengawasan agar implementasi terhadap penegakan UU ITE tersebut dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat.

"Negara kita adalah negara hukum yang harus menjalankan hukum yang seadil-adilnya, melindungi kepentingan yang lebih luas, dan sekaligus menjamin rasa keadilan masyarakat," ujar Jokowi saat memberikan arahan dalam Rapat Pimpinan TNI dan Polri Tahun 2021 dalam keterangannya, Senin (15/2/2021).

Dalam kesempatan tersebut Kepala Negara menuturkan pandangannya bahwa belakangan ini banyak masyarakat yang saling membuat laporan dengan menjadikan UU ITE sebagai salah satu rujukan hukumnya.

Menurutnya proses hukum kerap dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.

Terkait hal tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu memerintahkan Kapolri beserta seluruh jajarannya untuk lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan yang menjadikan undang-undang tersebut sebagai rujukan hukumnya.

"Pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal Undang-Undang ITE biar jelas," ucap Jokowi.

Namun, apabila keberadaan undang-undang tersebut dirasakan belum dapat memberikan rasa keadilan, Jokowi menegaskan akan meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk bersama merevisi Undang-Undang ITE sehingga dapat menjamin rasa keadilan di masyarakat.

"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi Undang-Undang ITE ini karena di sinilah hulunya. Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ucap Jokowi.

Kendati demikian, Jokowi tetap menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan produktif melalui implementasi yang sesuai dari undang-undang tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI