Suara.com - Pakta perlindungan terhadap aktivis lingkungan di Amerika Selatan mulai berlaku pada 22 April 2021. Perjanjian multilateral ini dibuat untuk melindungi para pegiat di lapangan dari pembunuhan dan tindak kekerasan.
Sebanyak 12 negara Amerika Selatan sudah mengadopsi Perjanjian Escazu ke dalam legislasi nasional, sementara 12 lainnya baru sebatas meratifikasi perjanjian.
Kesepakatan yang dibuat pada Maret 2018 silam itu dijadwalkan mulai berlaku pada 22 April, bertepatan dengan Hari Bumi Sedunia.
Amerika Selatan tergolong kawasan berbahaya bagi pegiat lingkungan atau aktivis sosial, dengan angka kematian atau tindak kekerasan yang tinggi.
Perjanjian Escazu adalah kesepakatan multilateral pertama yang diniatkan untuk melindungi pelaku advokasi lingkungan. Aktivis Nikaragua, Lottie Cunningham, menyebut keberadaan perjanjian itu "sangat penting,” menyusul ancaman dan risiko yang dihadapi pegiat lingkungan ketika mengadvokasi korban tambang atau penggusuran lahan.
"Kami diintimidasi, dianiaya dan diancam dibunuh karena membela hak-hak masyarakat adat, lingkungan dan sumber daya alam,” kata Cunningham yang seorang praktisi hukum.
Pada tahun lalu, sebanyak 300 aktivis tewas dibunuh di Amerika Selatan dan kawasan Karibik.
Angka tersebut mewakili 86% dari semua kasus pembunuhan terhadap pegiat HAM dan lingkungan di seluruh dunia, lapor organisasi Front Line Defenders.
Perjanjian Escazu mewajibkan negara peserta untuk melindungi aktivis dan memastikan tegaknya hukum terhadap pelaku. Cunningham berharap, kesepakatan ini bisa melahirkan "partisipasi efektif” masyarakat adat dalam pemberian izin dan konsesi terhadap perusahaan tambang atau peternakan.
Baca Juga: Lihat Kondisi Pasar Bambu Kuning, Eva Dwiana Tegur Kadis Lingkungan Hidup
"Terobosan” dalam advokasi lingkungan