Walaupun demikian, jika ada pihak lain yang memiliki pemahaman berbeda terkait istilah RRC, maka perbedaan itu dapat diterima, kata Andika. Pasalnya, tiap individu memiliki pemahaman yang berbeda saat memaknai sebuah ujaran atau pernyataan tertentu, terang dia menjawab pertanyaan kuasa hukum.
Tidak hanya soal RRC, ahli juga menerima pertanyaan soal frasa primitive investors dan "pengusaha rakus" sebagaimana diunggah oleh Jumhur ke akun Twitter pribadi-nya.
Terkait itu, ahli mengatakan Jumhur menggunakan kata-kata yang berkonotasi negatif, yaitu rakus dan primitif.
Ahli mengatakan primitif bermakna terbelakang, sementara rakus dapat diartikan sebagai "tidak ada kenyangnya". Ia berpendapat tidak ada satu orang pun yang berkenan disebut sebagai rakus dan primitif.
Jumhur pada 7 Oktober 2020, mengunggah cuitan: “UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2”.
Kata "UU" merujuk pada Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Dalam cuitannya, Jumhur turut mengutip tautan (link) berita yang disiarkan oleh Kompas.com berjudul "35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja".
Jumhur Hidayat, yang ditangkap sejak tahun lalu, telah didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan.
Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca Juga: Laptop Sekolah Anaknya Dikembalikan, Jumhur: Terima Kasih Hakim dan Jaksa