Suara.com - "Saya seperti CEO yang bekerja dari jarak jauh," kata Sridhar Vembu sambil melempar pandangannya ke hamparan sawah yang hijau.
Sridhar bersama beberapa saudara kandungnya mendirikan Zoho tahun 1996 di Silicon Valley, Amerika Serikat. Kawasan di negara bagian California ini merupakan pusat inovasi teknologi berskala global.
Sekitar 25 tahun setelahnya, perusahaan penyedia layanan cloud atau jaringan antarkomputer itu sudah mempekerjakan 9.500 pegawai.
- Pandemi Covid-19 percepat eksodus miliuner dari India
- Orang super kaya Indonesia diperkirakan akan naik 67%, melebihi China dan India
- #CrazyRichSurabayan: Seberapa nyatakah kisah orang-orang kaya Surabaya?
Majalah Forbes memperkirakan kekayaan Sridhar dan saudara-saudara kandungnya mendekati US$2,5 juta atau sekitar Rp36 triliun.
Baca Juga: Indonesia Akan Bangun Bukit Algoritma Dengan Biaya Rp 18 Triliun
Dan setelah menghabiskan tiga dekade di Sillicon Valley, Sridhar memutuskan untuk pindah ke tempat yang lebih sepi. Pilihannya jatuh ke sebuah desa di selatan India.
Tidak ada jalan raya, air bersih, dan sistem pembuangan kotoran
"Terdapat banyak sawah di desa ini dan hanya ada empat atau lima jalan," kata Sridhar.
Desa hijau yang subur itu terletak di kaki pegunungan, di distrik Tenkasi, 600 kilometer di selatan Kota Chennai.
Penduduk desa tersebut kurang dari 2.000 orang. Di sana tidak ada jalan raya, tidak ada pula jaringan air ledeng atau sistem pembuangan limbah.
Sambungan listrik juga tidak menentu. Sridhar terpaksa bergantung pada generator berbahan bakar diesel.
Baca Juga: Kerja di Luar Istana, Pangeran Harry Jadi Bos Startup di Silicon Valley
Desa itu jauh dari Silicon Valley. Lantas bagaimana Sridhar bisa bekerja dari sana?
Sarana paling penting yang memungkinkan Sridhar bekerja memang ada di desa itu, yaitu internet. Dia bisa mendapatkan koneksi internet berbasis serat optik yang berkecepatan tinggi.
Menjadi bos perusahaan besar yang sukses memang mendatangkan beberapa keuntungan.
"Pada dasarnya hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan besar akan saya tangani. Perusahaan ini kini cukup besar dan banyak keputusan dibuat secara internal di dalam tim," ujarnya.
Menyelami kehidupan pedesaan
Tidak ada pejabat eksekutif senior atau asisten pribadi yang tinggal di sekitar Sridhar. Namun, pengusaha di bidang digital ini senang menjadi pemimpin yang aktif.
"Saya mengepalai salah satu tim secara langsung. Saya bekerja dengan para pemrogram secara dekat dan saya bekerja di beberapa proyek teknologi besar," kata Sridhar.
"Adapun tim perangkat lunak terdiri dari para insinyur yang tersebar di seluruh dunia," ujarnya.
Sridhar tinggal di rumah kebun baru yang terdiri dari dua kamar tidur. Dia berkata ingin sepenuh hati menjalani cara hidup pedesaan.
Tidak ada pendingin udara di rumahnya. Alih-alih mengendarai mobil, Sridhar sekarang menumpang becak dan menggunakan sepeda listrik otomatis.
Dia sering pergi ke warung teh di sekitar desa untuk berbincang dengan warga setempat.
"Saya sangat menikmati hidup di sini. Saya mengenal banyak orang di desa ini dan desa-desa sekitarnya," tuturnya.
Sridhar kini kerap terlihat memakai celana jeans dan kaos. Kadang-kadang, seperti banyak laki-laki di India, dia mengenakan dhoti (sejenis sarung yang diikat agar menyerupai celana longgar).
Terkenal tapi 'bukan selebriti'
Karena tampil di media massa, mayoritas warga desa tahu siapa Sridhar. Namun dia menegaskan bahwa dia bukan selebriti.
Sridhar meminta BBC untuk tidak menyebut nama desanya. Dia tidak mau orang-orang datang ke sana tanpa pemberitahuan.
"Kehidupan sosial pedesaan sangat berbeda. Orang punya waktu untuk berteman baik. Seseorang bisa tiba-tiba mengundang Anda pulang untuk makan," ujar Sridhar.
"Baru-baru ini ketika saya pergi ke desa sebelah, saya terlibat dalam 10 sampai 15 percakapan," ucapnya.
Sridhar menyebut dirinya tidak pernah menjadi pebisnis flamboyan dengan gaya hidup mewah. Oleh karena itu, dia tidak merindukan kehidupannya di kota.
"Saya tidak pernah bermain golf. Saya tidak pernah menjadi makhluk sosial. Saya dulu bepergian untuk bisnis tetapi sekarang sebagian besar bagaimanapun juga terjadi melalui video," kata dia.
Sridhar menggunakan media sosial untuk tetap mengetahui tren terbaru dalam industri teknologi. Di medium itu, dia mengikuti sejumlah orang yang menurutnya 'menarik'.
Di media sosial pula, Sridhar melibatkan diri dalam percakapan yang menggugah.
Kantor cabang sebelum pandemi
Sejak pandemi Covid-19, banyak orang terpaksa bekerja dari jarak jauh atau dari rumah demi mencegah penularan penyakit ini.
Walhasil, banyak perusahaan menerapkan sistem kerja jarak jauh secara permanen, bahkan setelah banyak negara mengizinkan pekerja kembali ke kantor.
Akan tetapi visi Sridhar beberapa langkah di depan para pemegang otoritas dan pengusaha. Dia sudah merelokasi pegawai serta dirinya sendiri sebelum pandemi terjadi.
Dia sekarang yakin sudah memiliki cara kerja yang berkelanjutan.
Kantor pertama Zoho di pedesaan didirikan 10 tahun yang lalu di Tenkasi, di negara bagian India Tamil Nadu. Sejak saat itu, Zoho sudah membuka 30 kantor cabang di berbagai pedesaan di India.
"Kami belum sepenuhnya memahami bagaimana pola kerja ini akan berkembang. Tapi kami berinvestasi besar-besaran dalam menciptakan kantor di pedesaan ini," kata Sridhar.
"Kami juga berinvestasi pada sarana/prasarana alat online," ujarnya.
Sridhar berharap hanya sekitar 20-30% pegawainya akan memilih bekerja secara permanen dari rumah.
Kantor cabang akan memenuhi kebutuhan interaksi sosial dan menekan keharusan untuk pergi ke Chennai, kota tempat sebagian besar bisnis perusahaannya dijalankan.
"Di mana pun ada sekelompok pegawai, kami mencoba untuk mendirikan kantor. Orang bisa bekerja dari rumah selama satu atau dua hari dan kemudian datang ke kantor di hari-hari lain," ujarnya.
Sridhar berkata, kantor cabang seperti ini idealnya menampung sekitar 100 orang.
Jadi mengapa dia pindah ke desa?
Sridhar lahir di India dan selalu menghargai hari-hari yang dihabiskannya di desa leluhurnya selama liburan sekolah.
Walau dia pindah ke AS untuk menempuh pendidikan tinggi dan bekerja, dia mendambakan suatu hari bisa kembali ke pedesaan di India.
Ketika akhirnya meninggalkan Bay Area, di San Francisco, keputusan Sridhar tidak mengejutkan rekan-rekannya.
"Bisa dibilang, Sridhar selalu bekerja dari jarak jauh. Ketika dia masih berada di California, lebih dari 90% pegawai kami sudah bekerja dari Chennai," kata Praval Singh, Wakil Presiden Pemasaran dan Layanan Pelanggan di Zoho.
"Mengingat bahwa kami selalu memiliki tim yang tersebar di berbagai wilayah, keberadaan CEO tidak terlalu memengaruhi pekerjaan kami," kata Praval.
Dari desa yang kini dia tinggali, Sridhar rutin berinteraksi dengan pegawainya di AS, Brasil, Singapura, dan beberapa lokasi di India.
Frustrasi dengan pendidikan
Sridhar belajar di institusi pendidikan terkenal di India dan AS sebelum mendirikan Zoho. Akan tetapi sekarang dia sangat meragukan sistem pendidikan.
Dia meraih gelar sarjana teknik dari Institut Teknologi India (IIT) di Madras. Setelahnya, Sridhar mendapatkan gelar strata dua dan doktoral dari Universitas Princeton, di AS.
Namun, Sridhar menegaskan bahwa latar belakang pendidikannya tidak berkaitan dengan kesuksesannya.
"Saya mempersiapkan diri untuk menjadi profesor di bidang matematika yang rumit dan sekarang yang saya lakukan hanyalah aritmatika dasar," kata dia.
Sridhar menilai tidak ada gunanya "melontarkan teori tanpa konteks" kepada pelajar, sebelum membuat mereka memahami aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
"Saya menjadi insinyur listrik lewat pendidikan formal. Saya mempelajari persamaan Maxwell tapi saya tidak ingat satupun teori itu."
"Persamaan Maxwell [yang berhubungan dengan dasar-dasar elektromagnetisme] penting. Tapi menurut saya, itu akan menjadi penting hanya setelah Anda mempelajari cara kerja motor listrik, dengan memutarnya dan menghancurkannya," kata Sridhar.
Insitusi pendidikan berbasis idenya
Sangat tertarik pada pendidikan, Sridhar mendirikan beberapa "sekolah Zoho" yang menanggalkan metode belajar-mengajar konvensional.
Dua sekolah itu dia buka di negara bagian Tamil Nadu. Sridhar secara teratur mengunjungi salah satu sekolah yang terletak di distrik Tenkasi, di dekat desanya.
Sekolah itu menggelar program intensif berdurasi dua tahun untuk mata pelajaran teknologi perangkat lunak, manajemen, desain, dan penulisan kreatif.
Untuk dapat menjadi murid di sekolah ini, Anda harus berusia 17-20 tahun dan sudah menyelesaikan pendidikan dasar selama 12 tahun.
Setiap murid di sekolah itu akan mendapatkan jatah makanan dan uang saku US$140 (Rp2 juta) setiap bulan.
"Kami mengajari Anda pemrograman. Anda membuat kode aplikasi nyata," kata Sridhar. "Itu adalah belajar sambil praktek."
"Anda bisa menjadi tukang ledeng yang hebat tanpa memahami dinamika fluida. Anda bisa menjadi programmer hebat tanpa memahami prinsip-prinsip mendalam ilmu komputer. Itu penting untuk diingat," ucapnya.
Sekitar 900 murid yang di sekolah Zoho kini menjadi pegawai Sridhar. Hanya beberapa miliuner seperti Bill Gates dan Warren Buffet yang menyisihkan sebagian besar kekayaan mereka untuk tujuan filantropi.
Namun Sridhar tidak ingin meniru 'model Barat'. Menurutnya, tanggung jawab sosial adalah bagian integral dari bisnisnya.
"Kami cenderung melakukan banyak hal dan tidak melabeli gerakan ini sebagai amal.
"Ketika kami berinvestasi dalam pengembangan keterampilan, kami sebenarnya membantu perusahaan dan juga membantu orang yang sedang dilatih," tuturnya.
Tapi Sridhar tidak akan berhenti di situ.
Dia mengumumkan rencana untuk mendirikan rumah sakit dengan kapasitas 250 tempat tidur di selatan India. Sridhar berharap itu dapat memenuhi kebutuhan pasien di pedesaan dan pinggiran kota.
Januari lalu dia dianugerahi penghargaan sipil tertinggi keempat di India.
Sridhar juga ditunjuk menjadi anggota dewan penasihat keamanan nasional. Perannya antara lain menemukan cara bagi India untuk memperoleh pengetahuan ilmiah di berbagai sektor yang penting bagi kebutuhan ekonomi dan keamanan negara itu.
Tapi apakah dia akan tetap bekerja dari desa terpencil selamanya?
Sridhar berharap dapat mengunjungi kantornya di AS ketika pandemi selesai. Meski begitu, dia menyebut itu hanya akan menjadi perjalanan singkat.
Dia tidak berencana kembali ke AS secara permanen. Dia mengklaim tidak tertarik pada kemewahan dan uang yang ditawarkan Silicon Valley.
"Saya menjalankan sebuah perusahaan. Perusahaan itu kaya. Itu tidak berarti saya secara pribadi menjalani gaya hidup itu. Saya tidak tertarik."
"Saya tidak akan merindukan kehidupan itu untuk apa pun," ujarnya.
"Kami sering berpikir bahwa uang adalah obat untuk semua tujuan. Padahal sebenarnya tidak. Anda membutuhkan perekat sosial," kata Sridhar.