Marco Jimenez adalah salah satu dari para coleros. Kepada DW dia menceritakan, dia sebelumnya bekerja di laboratorium optometri yang dikelola negara dengan gaji 280 CUP (peso Kuba) atau senilai 170 ribu rupiah, sampai dia di-PHK karena "tidak ada gelas lagi dan kami semua dipulangkan."
Selama pandemi, aturan jaga jarak mengharuskan pemilik toko hanya mengizinkan dua orang masuk ke toko pada saat yang sama.
Hal ini menyebabkan antrean lebih panjang lagi di luar toko. Situasi diperburuk dengan adanya pemberlakuan jam malam, kata Marco Jimenez.
Berharap bisa kembali bekerja secepat mungkin
Berdiri di antran untuk orang lain bisa menghasilkan 50 CUP per klien, kata Marco Jimenez.
Penghasilan yang tidak banyak, mengingat jam berdiri di antrean bisa berlangsung lima sampai delapan jam.
Itu sebabnya, dia juga memutuskan untuk membeli bahan-bahan makanan juga dan menjualnya lagi dengan harga dua kali lipat.
"Saya membeli ayam, daging cincang, mayonaise, spagheti - apa pun yang tersedia," katanya. 80 persen coleros melakukan apa yang dia lakukan, tambahnya.
Pemerintah Kuba memang memberlakukan sanksi denda berat untuk mengekang praktik penjualan kembali makanan pokok dan produk-produk sanitasi.
Baca Juga: Bima Arya Ngamuk, Lansia di Bogor Antre Vaksin Hingga Berjam-jam
Di bawah undang-undang baru itu, pemilik toko diwajibkan untuk memindai dokumen identitas pribadi pembeli untuk mencegah orang mengantre dua kali atau lebih.