Suara.com - Antrean di depan toko adalah fenomena khas dalam perdagangan di Kuba. Tapi selama pandemi situasi makin memburuk. Beberapa orang memilih jadi joki antrean untuk bertahan hidup.
"Jika Anda ingin membeli ayam, bisa jadi Anda harus antre selama tujuh atau delapan jam," kata Ricardo Barragan kepada DW.
"Segalanya sulit," sambungnya dan menambahkan bahwa 200 atau 300 orang mengantre di luar toko bahan makanan bukanlah hal yang aneh di Kuba.
"Hari ini (antre) daging ayam, berikutnya minyak goreng - antrean tidak pernah berakhir," kata Barragan.
Baca Juga: Bima Arya Ngamuk, Lansia di Bogor Antre Vaksin Hingga Berjam-jam
Sebagai seorang pengrajin, Ricardo Barragan biasanya membuat barang-barang seni dan kerajinan tangan untuk mencari nafkah.
Tetapi sejak pandemi COVID-19 melanda Kuba, turis yang menjadi pelanggan utamanya tidak datang lagi.
Pariwisata terhenti dan dia terpaksa mencari pekerjaan harian untuk menopang keluarganya.
Di Kuba, pandemi corona telah memperburuk situasi ekonomi yang sudah genting. Pariwisata sebagai penghasil devisa utama bagi pemerintah hampir runtuh, dan pengiriman uang dari orang-orang Kuba di luar negeri juga berhenti mengalir, setelah AS memperketat aturan pengiriman uang ke Kuba.
Menjadi joki antrean: coleros Menunggu berjam-jam untuk bisa membeli kebutuhan sehari-hari memang merepotkan, terutama bagi para lansia.
Baca Juga: Jadi Badut Teletubbies, Jalan Keluar Lucas Bertahan Hidup di Masa Pandemi
Pada saat pandemi, antrean juga meningkatkan risiko penyebaran virus. Beberapa warga Kuba kini memilih "profesi" baru untuk mencari nafkah, yaitu menjadi "coleros" - orang-orang yang menjual jasa menunggu di antrean.
Marco Jimenez adalah salah satu dari para coleros. Kepada DW dia menceritakan, dia sebelumnya bekerja di laboratorium optometri yang dikelola negara dengan gaji 280 CUP (peso Kuba) atau senilai 170 ribu rupiah, sampai dia di-PHK karena "tidak ada gelas lagi dan kami semua dipulangkan."
Selama pandemi, aturan jaga jarak mengharuskan pemilik toko hanya mengizinkan dua orang masuk ke toko pada saat yang sama.
Hal ini menyebabkan antrean lebih panjang lagi di luar toko. Situasi diperburuk dengan adanya pemberlakuan jam malam, kata Marco Jimenez.
Berharap bisa kembali bekerja secepat mungkin
Berdiri di antran untuk orang lain bisa menghasilkan 50 CUP per klien, kata Marco Jimenez.
Penghasilan yang tidak banyak, mengingat jam berdiri di antrean bisa berlangsung lima sampai delapan jam.
Itu sebabnya, dia juga memutuskan untuk membeli bahan-bahan makanan juga dan menjualnya lagi dengan harga dua kali lipat.
"Saya membeli ayam, daging cincang, mayonaise, spagheti - apa pun yang tersedia," katanya. 80 persen coleros melakukan apa yang dia lakukan, tambahnya.
Pemerintah Kuba memang memberlakukan sanksi denda berat untuk mengekang praktik penjualan kembali makanan pokok dan produk-produk sanitasi.
Di bawah undang-undang baru itu, pemilik toko diwajibkan untuk memindai dokumen identitas pribadi pembeli untuk mencegah orang mengantre dua kali atau lebih.
Marco Jimenez mengatakan, dia berbelanja hanya "maksimal dua atau tiga kali seminggu" untuk menghindari kontrol pihak berwenang.
Untuk mengurangi risiko tertangkap, dia punya daftar klien tetap. Namun, yang dia harapkan adalah bisa kembali ke pekerjaan sebelumnya secepat mungkin.
"Berdiri di antrean di toko-toko memang bisa membantu bertahan hidup," ujarnya, tetapi dia bosan melakukan itu, dan "akan segera meninggalkan antrean" jika masa-masa sulit ini berakhir. (hp/vlz)