Suara.com - Analis terorisme dari Universitas Indonesia Sholahudin mengatakan media sosial dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok ekstrem untuk menjalankan radikalisasi.
Menurut Sholahudin, kelompok-kelompok ekstrem aktif membuat channel di aplikasi Telegram ataupun chat tertutup per 2018 dan terus meningkat.
"2019 naik jadi 220 (grup), WA grup juga naik dan seterusnya," kata Sholahudin dalam diskusi bertajuk Tangkis Teroris, Jumat (16/4/2021).
Sholahudin mengatakan alasan kelompok ektrem memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan paham mereka, antara lain karena pada 2018, pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Baca Juga: Para Mantan Napi Terorisme Datangi Kapolda Sumsel, Ini Penyebabnya
UU tersebut juga memperluas pemidanaan bagi pelaku teroris. Selain itu, juga kebijakan dari pemerintah yang lebih agresif ketimbang sebelumnya.
"Akibat tekanan di dunia offline, kelompok radikal ini lari ke dunia online."
Sebelumnya, Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis mengharapkan masyarakat berperan aktif dalam mencegah aksi terorisme agar tidak terjadi lagi negara Indonesia.
“Kita seluruh warga negara Indonesia harus berperan aktif untuk mencegah masuknya paham tersebut. Tentunya dimulai dari tingkat keluarga, saya sampaikan tadi kondisi negara Indonesia seperti ini adalah cerminan keluarga-keluarga yang ada di Indonesia ini,” ujar Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis dalam keterangan pers.
Deputi I BNPT meminta masyarakat untuk tidak bersikap acuh terhadap situasi yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Semua komponen masyarakat harus berperan dalam rangka untuk memitigasi dan desiminasi masalah penanggulangan terorisme.
Baca Juga: Eks Bomber Bali 1, Ali Imron Sebut Peta Terorisme di Indonesia Mengerikan
“Paling tidak kalau kita tidak bisa berbuat apa-apa, namun kalau kita melihat hal hal yang mencurigakan, tentunya sebagai warga negara, kita harus melapor kepada RT atau lapor kepada polisi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Yang penting kita ada kemauan untuk berbuat yang terbaik dalam hal mencegah aksi maupun mencegah masuknya paham radikal terorisme di Indonesia,” kata dia.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, BNPT lebih mengedepankan terhadap upaya Pencegahan yang meliputi tiga hal yaitu Kesiapsiagaan Nasional, Kontra Radikalisasi dan Deradikalisasi.
“Yang mana Kesiapsiagaan ini kami juga melibatkan para masyarakat, di mana kita saat ini memiliki 32 FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme) yang ada di 32 provinsi,” katanya.