Suara.com - Juru bicara Kementerian Agama Abdul Rochman menilai kebijakan Pemerintah Kota Serang, Banten, yang melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan pada siang hari terlalu berlebihan.
"Kebijakan ini tidak sesuai dengan prinsip moderasi dalam mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, dan cenderung berlebih-lebihan," ujar Abdul dalam keterangan tertulis.
Menurut dia, larangan itu membatasi akses sosial masyarakat dalam bekerja atau berusaha. Terlebih kehadiran rumah makan dan sejenisnya dibutuhkan bagi mereka yang tak berkewajiban menjalankan ibadah puasa.
Dia menegaskan larangan berjualan yang tertuang dalam kebijakan tersebut juga diskriminatif dan melanggar hak asasi manusia terutama bagi orang atau umat yang tidak berkewajiban menjalankan puasa Ramadhan, aktivitas pekerjaan jual beli, dan berusaha.
Baca Juga: Segar Banget! 5 Rekomendasi Minuman Korea Cocok untuk Berbuka Puasa
Ia meminta kepada otoritas setempat untuk mengkaji ulang larangan tersebut. Sebab, yang mesti dikedepankan yakni sikap saling menghormati dan menghargai baik bagi mereka yang berpuasa maupun tidak berpuasa.
"Saya harap ini bisa ditinjau ulang. Semua pihak harus bisa mengedepankan sikap saling menghormati. Bagi mereka yang tidak berpuasa, diharapkan juga bisa menghormati yang sedang menjalankan ibadah puasa. Sebaliknya, mereka yang berpuasa agar bisa menahan diri dan tetap bersabar dalam menjalani ibadah puasanya," kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Serang, melarang restoran, rumah makan, warung nasi, dan kafe berjualan pada siang hari selama bulan Ramadan. Hal ini tertuang dalam Iimbauan Bersama Nomor 451.13/335-Kesra/2021.
Jika pihak restoran atau rumah makan nekat beroperasi pada waktu yang dilarang, maka terancam sanksi berupa hukuman 3 bulan penjara. Tak hanya itu, pengelola juga bisa terkena denda maksimal Rp50 juta.
Baca Juga: Cari Ide Menu Buka Puasa, Ini 5 Aplikasi Resep Minuman Terpopuler