Suara.com - Presiden Joe Biden mengumumkan akan mulai menarik pasukan AS dari Afghanistan pada 1 Mei untuk mengakhiri perang terpanjang.
Menyadur The Straits Times, Kamis (15/4/2021) dalam pidatonya di Gedung Putih, Joe Biden menetapkan akan menarik 2.500 tentara AS yang tersisa di Afghanistan pada 11 September.
Penarikan tersebut membuat Amerika Serikat membuka diri terhadap kritik bahwa keputusan itu merupakan pengakuan de facto atas kegagalan strategi militer AS.
"Itu tidak pernah dimaksudkan sebagai upaya multi-generasi. Kami diserang. Kami pergi berperang dengan tujuan yang jelas. Kami mencapai tujuan itu," kata Biden.
Baca Juga: Kasus Pembekuan Darah, AS hingga Uni Eropa Setop Vaksin Johnson & Johnson
Joe Biden mencatat bahwa pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dibunuh oleh pasukan AS pada 2011 dan mengatakan bahwa organisasi tersebut telah "terdegradasi" di Afghanistan.
"Dan inilah saatnya mengakhiri perang selamanya." tegas Biden.
Tanggal 11 September adalah tanggal yang sangat simbolis, datang 20 tahun setelah serangan Al-Qaeda di Amerika Serikat yang mendorong presiden George W Bush untuk melancarkan konflik.
Perang tersebut telah merenggut nyawa 2.400 anggota tentara Amerika dan menghabiskan sekitar 2 triliun dolar AS atau sekitar Rp 29.249 triliun.
Jumlah pasukan AS di Afghanistan mencapai puncaknya pada lebih dari 100.000 pada tahun 2011.
Baca Juga: AS: Vaksin AstraZeneca Bagus Kalau Masalah Keamanannya Teratasi
Presiden Joe Biden mengatakan penarikan militer terakhir akan dimulai pada 1 Mei dan berakhir pada 11 September tahun ini.
"Saya sekarang adalah presiden Amerika keempat yang memimpin kehadiran pasukan Amerika di Afghanistan. Dua Republik. Dua Demokrat," kata Biden.
"Saya tidak akan meneruskan tanggung jawab ini kepada yang kelima. Ini adalah waktu untuk mengakhiri perang terpanjang Amerika. Sudah waktunya bagi pasukan Amerika untuk pulang," katanya.
Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan pasukan asing di bawah komando NATO di Afghanistan juga akan meninggalkan negara itu bersama penarikan AS pada 11 September.
Blinken juga berbicara dengan panglima militer Pakistan pada hari Rabu dan membahas proses perdamaian, menurut pernyataan dari sayap media militer Pakistan.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengungkapkan di akun Twitter-nya bahwa dia telah berbicara dengan Joe Biden dan dia menghormati keputusan AS.
"Kami akan bekerja dengan mitra AS kami untuk memastikan transisi yang mulus" dan "kami akan terus bekerja dengan mitra AS/NATO kami dalam upaya perdamaian yang sedang berlangsung." tulis Ghani.
Ada pertemuan puncak yang direncanakan tentang Afghanistan mulai tanggal 24 April di Istanbul yang akan melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Qatar.
Taleban, yang digulingkan dari kekuasaan pada 2001 oleh pasukan pimpinan AS, mengatakan tidak akan ambil bagian dalam pertemuan apa pun yang akan membuat keputusan tentang Afghanistan sampai semua pasukan asing meninggalkan negara itu.
Juru bicara Taleban Zabihullah Mujahid pada hari Rabu meminta Amerika Serikat untuk mematuhi kesepakatan yang dicapai kelompok itu dengan pemerintahan Trump.
"Jika kesepakatan itu berkomitmen, masalah yang tersisa juga akan diselesaikan," tulis Mujahid di Twitter. "Jika kesepakatan tidak dilakukan ... masalah pasti akan meningkat."
Biden menolak gagasan bahwa pasukan AS dapat memberikan pengaruh untuk perdamaian di Afghanistan dan mengatakan: "Kami memberikan argumen itu satu dekade. Itu tidak pernah terbukti efektif."
"Pasukan Amerika seharusnya tidak digunakan sebagai alat tawar-menawar antara pihak yang bertikai di negara lain," katanya.