Suara.com - *** Peringatan: Artikel ini berisi deskripsi kekerasan seksual yang dapat menganggu kenyamanan anda***
Fanny Escobar, seorang perempuan yang menjadi pemimpin gerakan sosial di Kolombia bagian barat laut, mengaku tidak punya air mata lagi.
"Dengarkan suara saya," dia memberitahu. "Saat saya berbicara, suara sudah pecah dan memudar. Tapi saya tidak menangis. Saya tidak punya air mata untuk menangis."
Sebaliknya, ketika Escobar berduka, tangannya mulai gemetar dan ia menggigil.
Baca Juga: Selamatkan Diri dari Pemerkosaan, Wanita Ini Lompat dari Ketinggian 10 M
Usai Escobar selesai menceritakan pengalaman selama 57 tahun hidupnya di wilayah Urabá yang dilanda perang, dia tampak menjadi sedingin es.
Escobar telah melalui banyak penderitaan, mulai dari pemerkosaan, ancaman pembunuhan dari gerilyawan dan paramiliter, serta dipaksa pindah dan menjadi pengungsi.
Dia juga harus menghadapi pembunuhan terhadap salah satu anak kandungnya, beberapa anak angkatnya, dan suaminya - yang juga pernah melakukan kekerasan saat pulang mabuk.
Escobar bahkan mengatakan, penyakit kanker di tubuhnya adalah akibat dari trauma perang masa lalu: "Semua rasa sakit itu, baju besi yang harus saya kenakan, menghancurkan saya di dalam dan mengambil payudara saya. Kankernya menyebar. Sekarang saya hampir tidak bisa melihat dengan mata kanan. Saya meracuni tubuh ini sendiri dengan rasa sakit itu, kemarahan itu. Hari ini, kanker adalah musuh terburuk saya."
- 'Kota Perempuan': Suaka bagi para perempuan yang terusir di Kolombia
- Cali, kota wisata di Colombia yang terlewatkan para turis
- ‘Temanku dipenggal kepalanya, sementara aku selamat karena bermain rugby’ - Seorang perempuan Kolombia yang diselamatkan olah raga tak populer
Apa yang akan Escobar katakan kepada orang-orang yang mungkin menyebut kisah hidupnya tampak seperti di luar film?
Baca Juga: Setor Hampir Rp5 M, Member EDCCash Desak Pengembalian Uang
"Ada perempuan pribumi yang diperkosa tujuh atau delapan kali, dan diperkosa masih di wilayah mereka sendiri ... Kisah hidup saya tidak sebanding dengan apa yang terjadi di sana," kata Escobar.
Escobar adalah pemimpin komunitas, satu dari banyak pemimpin di Kolombia.
Dia memimpin sebuah organisasi bernama Mujeres del Plantón, yang berjuang untuk selalu bersuara, untuk mencegah anak-anak mereka jatuh ke dalam kejahatan, untuk mencegah pelecehan, dan untuk mendapatkan keadilan ketika pelecehan tidak dapat dihentikan.
Escobar sekali lagi mendapat ancaman oleh geng yang melihat kepemimpinannya sebagai gangguan - kelompok yang terkait dengan organisasi paramiliter yang sama yang telah mengejarnya selama beberapa dekade.
Ini bukan ancaman kosong: pada tahun 2020 terdapat 309 pemimpin sosial tewas di Kolombia, dan hanya dalam tiga bulan pertama tahun ini 40 orang meninggal - data lembaga pemikir lokal Indepaz.
Escobar tahu dia bisa segera masuk dalam data statistik yang menempatkan Kolombia sebagai salah satu negara paling berbahaya di dunia bagi para pembela hak asasi manusia.
"Tapi saya tidak takut mati. Saya selalu mengatakan bahwa saya dilahirkan untuk mati," katanya.
'Seperti pria macho'
Escobar lahir di La Guajira, daerah gurun yang miskin di utara Kolombia, tempat tinggal penduduk asli Wayúu, tetapi saat remaja keluarganya harus pindah ke Urabá, dekat perbatasan Panama, untuk mencari peluang yang lebih baik.
Dia kemudian berpisah dari ibunya dan pindah di sekitar Teluk Urabá, ketika gerilyawan Tentara Pembebasan Populer (EPL di Kolombia) menguasai daerah tersebut.
Sesuai dengan kebiasaan adat di Guajira, di usia muda Escobar dijodohkan dan menikah - ayahnya menukar Escobar dengan beberapa anak kambing.
Hidup dalam pernikahan, Escobar mulai bertani, meskipun dulu pekerjaan itu dianggap sebagai pekerjaan laki-laki.
"Saya harus bangun jam 4:00 pagi dan memerah susu, merawat anak sapi, saya tahu cara mengebiri ternak, saya mempelajari semua pekerjaan yang perlu dilakukan. Saya bahkan belajar mengendarai kuda tanpa pelana. Sama seperti pria macho lakukan, "katanya.
Walaupun merasa sekuat lelaki, menanggung hak dan kewajiban yang sama dengan pria, mungkin merupakan hukuman terburuknya, kata Escobar.
'Itulah yang Anda dapatkan karena menjadi sulit'
Pada 1990-an, wilayah tempat Escobar tinggal diambil alih oleh paramiliter - gerakan kontra pemberontakan yang telah menyebabkan lebih banyak jatuh korban dibanding kelompok bersenjata lainnya selama perang Kolombia.
Menurut catatan resmi pengadilan, paramiliter - bersekongkol dengan angkatan darat dan sektor swasta - merampas enam juta hektar lahan pertanian di Urabá dari petani lokal.
"Paramiliter melakukan apa yang mereka inginkan, dan mereka juga kejam," kata Escobar yang badannya mulai gemetar saat membicarakan salah satu momen paling traumatis dalam hidupnya.
"Beberapa pria menunggang kuda mengatakan bahwa saudara perempuan saya seksi [menarik], dan dalam 20 hari mereka akan kembali dan membawanya pergi," katanya.
Escobar menyembunyikan saudara perempuannya, dan menunggu sendirian di rumah sampai orang-orang itu kembali.
Ketika akhirnya kembali, mereka meminta air.
"Di Guajira, kami menyimpan air di dalam kendi besar dari tanah liat, jadi selalu dingin. Ketika saya pergi untuk mengambilkan mereka minuman, ada dua orang di dalam rumah, di sebelah saya," kata Escobar.
"Lima orang lagi telah masuk dari pintu belakang rumah. Kemudian, pria dengan syal di lehernya tertawa: 'Apakah ini 'berraca'? [sebutan perempuan yang kuat dan keras di Kolombia]. Apakah dia yang paling berkuasa?"
"Saya bilang 'Selamat siang, tuan-tuan, apa yang bisa saya lakukan untuk anda? Pasangan saya tidak ada di sini, dan juga atasannya. Mereka sedang pergi, membawa ternak,'," katanya.
"Jadi, mereka mengatakan kepada saya: 'Tidak, kami tidak membutuhkan mereka. Kami membutuhkan anda,' berraca'."
Mereka tahu Escobar sendirian. Mereka tahu di mana setiap anggota keluarganya berada.
Mereka datang untuk memperkosanya.
"Bos mereka adalah yang pertama mencium dan meraba-raba saya. Dia kemudian melemparkan saya ke tempat tidur sehingga yang lain dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan ke saya. Mereka mengatakan bahwa, karena saya sangat tangguh, seperti 'berraca', saya akan membela diri diri. "
"Mereka menendang saya, memukul saya. Dua dari mereka melecehkan saya sesuai keinginan mereka ... Mereka tertawa."
"Setelah begitu banyak kekerasan, saya tidak lagi merasakan apa-apa. Saya merasa seperti meninggalkan tubuh saya dan berpindah jadi tidak merasakan sakit lagi."
Escobar sedang hamil pada saat pemerkosaannya.
- Presiden baru Kolombia berjanji menyatukan rakyatnya yang terpecah akibat pilpres
- Mengenal mafia-mafia Italia yang pernah begitu menakutkan
- Jaringan mafia global di balik perdagangan gelap cula badak
"Saya terus memikirkan anak saya yang belum lahir. Bunuh saya, tetapi bukan anak saya. Saya ingat saya 'kembali' dan saya terus meminta mereka untuk tidak menyakiti anak saya. Mereka menusuk saya dengan senapan. Mereka memasukkan senapan dan menariknya keluar. Saya merasa seperti mereka memukuli saya. Saya pikir saya akan mati, karena saya dibiarkan terbaring di sana, "kata Escobar.
Escobar mengalami keguguran.
"Mereka membalas dendam, mereka ingin menyakiti saya seumur hidup ... dan mereka berhasil," katanya.
Menurut Observatorium Memori dan Konflik Kolombia, diperkirakan 15.738 orang menjadi korban kekerasan seksual antara tahun 1958 dan 2018.
Pemerkosaan adalah, dan masih, senjata perang.
Penderitaan Fanny Escobar tidak berhenti sampai di situ. Bertahun-tahun kemudian, paramiliter membunuh suaminya "karena menjadi anggota serikat buruh", dan kemudian salah satu putranya "karena bersikeras untuk mengungkap kebenaran tentang kematian ayahnya," katanya.
Perlawanan senyap
Tangan Escobar gemetar lagi, dan saya sarankan istirahat. Tapi dia memegang tangannya sendiri dan berkata: "Tidak, ayo kita lanjutkan."
"Saya bangkit lagi, karena takdir dan kehidupan memang seperti itu: jika kita kadang-kadang jatuh itu supaya kita bangkit lebih kuat," katanya.
Hebatnya, begitulah cara Escobar bisa memaafkan pria yang memperkosanya dan telah menganiaya dia selama bertahun-tahun: "Dengan pengampunan, lebih mudah untuk membawa perubahan," katanya.
Pada 2013, sekelompok tentara memperkosa dan membunuh tiga perempuan di sebuah jalan di Apartadó, kota terbesar di Urabá.
Waktu berlalu, sepertinya pelaku kejahatan itu tidak akan dihukum, tapi Escobar dan tetangganya memulai serangkaian protes terhadap otoritas pengadilan.
Begitulah bagaimana kelompoknya, Mujeres del Plantón, dimulai.
Organisasi ini sekarang hadir di lima departemen Kolombia dan mendapat dukungan dari beberapa LSM, dan mengikuti warisan Ruta Pacifica de Mujeres [Jalan Damai Perempuan] - sebuah gerakan protes dari 2.000 perempuan yang menandai tonggak penting gerakan perlawanan negara itu tahun 1990-an.
Tidak seperti di hampir semua negara Amerika Latin, Kolombia tidak pernah mengalami revolusi rakyat sehingga, seringkali dikatakan bahwa tidak ada tradisi protes di negara ini.
Namun di wilayah Urabá telah terjadi perlawanan diam-diam.
"Urabá secara historis menjadi tempat lahir konflik, kekerasan telah didaur ulang, tetapi di sini juga menjadi inti perlawanan, terutama kepemimpinan perempuan, karena banyak yang menjanda dan melihat bahwa tatanan sosial mereka rusak," kata Irina Cuesta, seorang sosiolog dan peneliti dari Ideas for Peace Foundation.
"Aksi kolektif mereka tidak bergolak ke protes jalanan. Mereka juga mengatur dan menyelesaikan segala macam masalah masyarakat: mereka mengelola akses ke air, sekolah dan jalan lokal," kata Cuesta.
Saat ini, Escobar dan para pemimpin Mujeres de Plantón lainnya adalah kekuatan yang mengancam kepentingan kelompok bersenjata di wilayah Apartadó.
"Apakah Anda lihat lapangan bermain di sana?" tanya Escobar, "Itu adalah pasar narkoba terbuka. Setiap malam, mereka ada, dan membagikan parsel kecil, untuk anak-anak kita, untuk anak-anak tetangga kita, untuk cucu-cucu kita".
"Mereka [geng] memasukkan anak-anak ke dalam narkoba, mereka mulai dengan memberi sedikit dan mengubahnya menjadi pecandu dan pedagang manusia. Kemudian dibunuh karena mengambil atau berebut posisi orang lain, atau karena berhenti dan menolak untuk menjual, "kata Escobar.
"Jadi kami keluar dan mendirikan 'murga' [protes] ... itulah cara kami memaksa mereka untuk menutup lebih dari 10 tempat penjualan narkoba," katanya.
Namun di sisi lain, langkah itu menyebabkan para pemimpin komunitas menjadi sasaran untuk dibunuh oleh geng kriminal.
Diedit oleh Eva Ontiveros