Jagung Titi dan Tradisi Ramadhan di Negeri Lamahala NTT

Erick Tanjung Suara.Com
Selasa, 13 April 2021 | 14:09 WIB
Jagung Titi dan Tradisi Ramadhan di Negeri Lamahala NTT
Pelaku usaha jagung titi, Zainab Abdullah (63) memasak jagung untuk diproduksi menjadi jagung titi di Desa Lamahala Jaya, Waiwerang Kota, Kabupaten Flores Timur, NTT, Senin (12/4/2021). (Antara/Andi Firdaus).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sehari menjelang Ramadhan 1422 Hijriah, suara tumbukan batu bertalu-talu mengusik keheningan di Lamahala menjelang adzan shalat subuh. Suara entakan batu datang dari arah timur Rumah Adat Lawaha, tepatnya di Desa Lamahala Jaya, Kecamatan Waiwerang Kota, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Rupanya, tidak kurang dari 70 rumah penduduk yang menempati lahan miring di sana yang dihuni oleh para produsen cemilan khas Pulau Adonara, NTT bernama jagung titi.

Sesuai namanya, makanan itu dibuat dari tanaman pangan jagung yang ditumbuk menggunakan batu. "Jagung titi makanan khas sini. Satu kampung ini, kami yang buat. Ditumbuk batu sampai gepeng, seperti emping melinjo kalau di Jawa, tapi ini bahannya jagung," kata Ketua RT05 RW02 Lamahala Jaya, Suleman Kasim (69) baru-baru ini seperti dilaporkan Antara, Selasa (13/4/2021).

Jagung yang digunakan adalah jenis jagung pulut. Bijinya bertekstur empuk dan lengket, tidak seperti biji jagung hibrida yang keras sehingga gampang hancur saat ditumbuk.

Baca Juga: Cegah Penyebaran Corona, Viktor Laiskodat Tutup Kamp Pengungsian NTT

Jagung titi selama ini kurang populer di masyarakat luar NTT, sebab proses pembuatannya yang spesifik, hanya dikerjakan orang-orang tertentu secara turun temurun.

Proses produksi dilakukan sangat tradisional. Biji yang telah direndam semalaman, kemudian dipanaskan dalam periuk menggunakan kayu bakar hingga setengah matang.

Uniknya, proses adukan hingga mengangkat biji jagung dari periuk panas dilakukan tanpa menggunakan alat, melainkan dengan jari tangan si pembuat. "Kira-kira satu jimpit jagung ditaruh di atas periuk batu lalu ditumbuk sampai gepeng," ucap Suleman.

Zainab Abdullah (63), salah satu pelaku usaha itu, kini sibuk mengejar permintaan jagung titi untuk kudapan Ramadhan. Sebab, sudah beberapa kali aktivitas itu dia tunda untuk menghadiri tahlilan dari keluarga korban banjir bandang di desa tetangga.

Pelaku usaha jagung titi, Zainab Abdullah (63) memasak jagung untuk diproduksi menjadi jagung titi di Desa Lamahala Jaya, Waiwerang Kota, Kabupaten Flores Timur, NTT, Senin (12/4/2021). (Antara/Andi Firdaus).
Penduduk Lamahala, Flores Timur, NTT mengunyah jagung titi, Senin (12/4/2021). (Antara/Andi Firdaus)

Sebanyak 50 batang jagung yang dipetik dari kebun, sanggup diproduksi Zainab hingga dua baskom besar. Satu baskomnya kira-kira 1,5 kilogram, lalu dijual ke pasar atau berkeliling kampung.

Salah satu pelanggannya adalah H Adnan Sangaji yang saat ini mewarisi tahta Kerajaan Lamahala sebagai keturunan ke-13 raja pendahulu, NN Sangaji. "Kalau Ramadhan bisa tambah untung Rp15 ribu. Kalau hari biasa untungnya Rp30 ribu sehari," katanya.

Baca Juga: Tradisi Ramadhan di Pagaralam, Warga Turun ke Tebat Tujuh Beku Tangkap Ikan

Raja Lamahala

Ditemui saat Antara berpamitan ke kediaman raja di dekat Istana Lamahala, Adnan Sangaji menyampaikan sejumlah hal terkait Ramadhan. Adnan membenarkan bahwa jagung titi merupakan salah makanan favoritnya, terutama saat bulan puasa.

"Warga Adonara yang sedang pergi merantau dalam waktu lama, pasti dia menangis kalau menemukan jagung titi di sana. Ini makanan yang mengingatkan mereka untuk pulang," katanya.

Meski tekstur dan proses pembuatan jagung titi mirip dengan emping, tapi tidak dengan rasanya. Emping berbahan dasar melinjo memiliki sedikit rasa pahit yang kerap bisa tersamarkan dengan pemberian bumbu yang pas.

Jagung titi khas Lamahala tak menyiratkan rasa pahit sedikit pun. Sensasi rasanya justru lebih meriah dengan tambahan garam yang membuat rasa gurihnya berpadu serasi dengan semburat manis jagung.

Warga Lamahala memilih untuk tetap melestarikan tradisi di bulan Ramadhan, meski kali ini masih berlangsung di masa pagebluk Covid-19.

"Kami tetap menjaga tradisi Ramadhan yang biasa dijalani karena bulan suci hanya datang sekali setiap tahunnya. Tapi tentunya kami siap mengikuti anjuran pemerintah untuk beribadah sesuai protokol kesehatan," tutur Adnan.

Seperti umat muslim lainnya, warga Lamahala pun menjadikan bulan Ramadhan sebagai momen untuk kian mempererat ikatan silaturahmi satu sama lain. "Apalagi kami di Lamahala kekerabatannya memang sangat dekat, semua bersaudara di sini," katanya.

Oleh karena itu, ritual ibadah di bulan Ramadhan pun dilaksanakan bersama-sama. Misalnya saat menunggu waktu berbuka puasa.

Berbeda dengan warga Muslim lain di Indonesia yang biasa 'ngabuburit' atau menunggu waktu berbuka sambil mencari takjil, warga Lamahala memilih berkumpul di masjid untuk kemudian berbuka bersama.

"Di kampung kami tidak ada pasar Ramadhan seperti di tempat lain karena warga lebih senang memasak sendiri penganan atau makanan untuk berbuka puasa. Tapi nanti antarwarga saling berkirim makanan, juga untuk jamaah yang menunggu berbuka puasa dan solat taraweh di masjid," ucapnya.

Di bulan Ramadhan kedua yang berlangsung di masa pandemi ini, warga Lamahala memanjatkan doa agar dijauhkan dari segala marabahaya serta dikuatkan iman menghadapi bencana yang sedang dihadapi.

Bersih-bersih

Lamahala memiliki 14 surau dan satu masjid paling besar bernama Jami Al Maruf. Sudah sepekan terakhir masyarakat setempat saling bergotong royong membersihkan tempat ibadah mereka.
Selain fasilitas ibadah, kegiatan bersih bersih menjelang Ramadhan dilakukan penduduk di beberapa rumah adat serta beberapa lingkungan suku (marga).

Biasanya, sisa peninggalan sejarah kerajaan Islam di NTT itu digunakan untuk acara-acara adat sesuai dengan suku yang melaksanakannya. Salah satunya rumah adat bagian pemerintahan yang ada di desa Lamahala.

Salah satu peserta gotong royong, Dody, mengatakan kegiatan gotong royong ini sudah rutin dilaksanakan oleh masyarakat Lamahala setiap kali Ramadhan dan Idul Fitri.

Kegiatan itu disambut antusias oleh warga terutama kaum laki-laki. Sedangkan kaum perempuan menyediakan logistik seperti makanan dan minuman.

"Kami berharap kegiatan bersih-bersih ini dapat memberikan kenyamanan bersama dalam melaksanakan ibadah di bulan suci.
Selain itu, gotong royong juga menjadi sarana silaturrahmi masyarakat. Di mana semua kalangan masyarakat di Lamahala semuanya bersaudara," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI