Capai 1,3 Juta Ton, Jepang Mau Buang Air Terkontaminasi Radioaktif ke Laut

Selasa, 13 April 2021 | 13:53 WIB
Capai 1,3 Juta Ton, Jepang Mau Buang Air Terkontaminasi Radioaktif ke Laut
Foto diambil tanggal 15 Maret 2021 memperlihatkan tempat penyimpanan tanah yang dibuang saat dekontaminasi dan lainnya di dekat area perumahan di Kota Naraha, Prefektur Fukushima. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi 9 SR dan tsunami yang terjadi di Jepang pada 11 Maret 2011. REUTERS/The Yomiuri Shimbun/Yoko Miwa/rwa/cfo (Yoko Miwa / The Yomiuri Shimbun/Yoko Miwa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jepang berencana membuang lebih dari 1 juta ton air terkontaminasi radioaktif dari stasiun nuklir Fukushima yang hancur ke laut. Hal ini disampaikan langsung oleh pemerintah Jepang pada Selasa (13/4/2021).

Melansir ANTARA, pembuangan air yang terkontaminasi dari stasiun nuklir Fukushima ini akan dilakukan dalam waktu sekitar dua tahun. Operator pembangkit listrik Tokyo Electric Power Co (TepCo) akan mulai menyaring air untuk menghilangkan isotop berbahaya, membangun infrastruktur, serta memperoleh persetujuan peraturan.

Jepang berdalih pembuangan air ini diperlukan untuk melanjutkan penghentian kompleks pabrik setelah lumpuh oleh gempa bumi dan tsunami Fukushima di tahun 2011.

Hampir 1,3 juta ton air terkontaminasi, yang setara dengan pengisian 500 kolam renang ukuran olimpiade ini disimpan ke dalam tangki besar di pabrik Fukushima Daiichi.

Baca Juga: Buat Kamu Nih, Menu Buka Puasa Anti Galau Rekomendasi ShopeePay

“Atas dasar kepatuhan ketat terhadap standar peraturan yang telah ditetapkan, kami memilih membuang ke laut,” kata pemerintah Jepang dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari ANTARA.

Pemerintah juga menambahkan bahwa proyek tersebut akan memakan waktu hingga puluhan tahun untuk menyelesaikannya.

TepCo berencana untuk menyaring air yang terkontaminasi dengan menghilangkan isotop, dan hanya menyisakan tritium, jenis isotop radioaktif hidrogen yang sulit dipisahkan dari air.

Air tersebut nantinya akan diencerkan hingga tingkat tritium turun di bawah batas regulasi standar untuk air minum, sebelum dipompa ke laut.

Tritium sendiri dianggap relatif aman karena tidak mengeluarkan energi yang cukup untuk menembus kulit manusia. Pembangkit nuklir lainnya di seluruh dunia juga disebut secara rutin memompa air dengan isotop rendah ke laut.

Baca Juga: Gara-Gara Ini, Jaket Manggung Justin Bieber Jadi Kontroversi Panas di Korea

Picu Kekhawatiran

Pernyataan Jepang soal pembuangan air ini ternyata menimbulkan keresahan di berbagai pihak.

Korea Selatan menyatakan “keprihatinan serius bahwa keputusan tersebut dapat membawa dampak langsung dan tidak langsung pada keselamatan orang-orang kami dan lingkungan sekitarnya.”

Korea Selatan juga meminta Jepang untuk memberikan lebih banyak informasi terkait pembuangan air tersebut. Pihaknya mengatakan akan meningkatkan pengukuran dan pemantauan radiologisnya sendiri.

“Akan sulit untuk menerima jika Jepang memutuskan untuk membuang air yang terkontaminasi tanpa konsultasi yang memadai,” kata Pemerintah Korsel.

Tak ketinggalan, China dan Taiwan juga turut menyatakan keprihatinannya.

“Untuk melindungi kepentingan publik internasional serta kesehatan dan keselamatan rakyat China, China telah menyatakan keprihatinan besar kepada pihak Jepang melalui saluran diplomatik," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian, seperti dikutip dari BBC.

Sementara itu, serikat nelayan di Fukushima telah mendesak pemerintah selama bertahun-tahun untuk tidak membuang air. Para nelayan beralasan hal tersebut akan menimbulkan “bencana besar” pada industri.

Sebelumnya, Fukushima pernah mengalami bencana besar pada 11 Maret 2011. Melansir BBC, gempa berkekuatan 9,0 skala richter melanda lepas pantai timur laut Jepang dan memicu tsunami setinggi 15 meter.

Tsunami tersebut menghancurkan banyak rumah, termasuk pembangkit nuklir Fukushima yang awalnya selamat dari gempa.

Karena sistem pendingin fasilitas rusak di hari-hari setelah bencana, berton-ton radioaktif terpaksa dibuang. Kehancuran itu disebut sebagai kecelakaan nuklir terburuk sejak Chernobyl pada tahun 1986.

Sekitar 18.500 orang dikabarkan tewas atau hilang akibat gempa dan tsunami tersebut. Lebih dari 160.000 orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. (Maulida Balqis)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI