Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan alasan pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
Menurutnya, Kepres mesti dikeluarkan untuk menagih kerugian negara akibat kasus korupsi BLBI.
Mahfud mengatakan kalau selama ini dana BLBI baru berupa jaminan surat, jaminan uang, jaminan deposito yang belum dieksekusi karena menunggu putusan dari Mahkamah Agung (MA). Karena MA kini sudah memutuskan kalau kasus korupsi BLBI itu masuk ke hukum perdata, maka pemerintah pun berupaya mengambil aset-aset yang bisa dikembalikan ke kas negara.
"Oleh sebab itu sekarang hak perdatanya kita tagih karena semula ini kan perjanjian perdata, sudah pidananya enggak ada kata MA maka ya kita kembali ke perdata kita tagih sekarang," kata Mahfud dalam sebuah video yang dikutip Suara.com, Senin (12/4/2021).
Terkait pengejaran aset-aset kasus korupsi BLBI, Mahfud telah memanggil Dirjen Kekayaan Negara dan Jamdatun Kejaksaan Agung. Dalam pertemuan itu, mereka menghitung kerugian negara akibat BLBI mencapai lebih dari Rp 109 triliun.
"Tapi dari itu yang masih realistis untuk ditagih itu berapa ini masih sangat perlu kehati-hatian," tuturnya.
KPK mengeluarkan SP3 kasus korupsi BLBI pada Kamis (1/4/2021).
Adapun dua tersangka dalam kasus ini yaitu pasangan suami istri, Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Itjih Nursalim.
Pasangan suami istri ini bersama Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN melakukan proses Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham BDNI selaku Obligor BLBI.
Baca Juga: DPR Sesalkan SP3 BLBI Dilakukan saat Tersangka In Absentia dan Masih Buron
"Kami mengumumkan penghentian penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Ursalim," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.