Suara.com - India telah menyalurkan lebih dari 100 juta dosis vaksin Covid-19 di tengah kekhawatiran terjadinya gelombang kedua pandemi di negara tersebut.
India mengklaim diri sebagai negara tercepat yang mampu membagikan 100 juta dosis vaksin Covid-19. Mereka melakukannya dalam 85 hari.
Sebagai perbandingan, pencapaian itu didapat Amerika Serikat dalam 89 hari, sementara China dalam 102 hari.
Namun, salah satu program vaksinasi terbesar di dunia ini juga menghadapi sejumlah persoalan.
Baca Juga: Agar Lebih Efektif, Benarkah Vaksin Covid-19 Buatan China Mesti Dicampur?
Belasan negara bagian di India pekan ini melaporkan kekurangan dosis vaksin di saat pemerintah federal bersikeras stoknya yang tersedia cukup.
Pemerintah pusat India menyebut "tuduhan" kelangkaan vaksin "sama sekali tidak berdasar". Mereka menyatakan memiliki stok lebih dari 40 juta dosis.
India menargetkan 250 juta warga mereka telah menerima vaksin Covid-19 Juli mendatang. Sejumlah pakar kesehatan menilai India perlu mempercepat pemberian vaksin agar target itu terpenuhi.
Vaksinasi di India menargetkan orang-orang berusia di atas 60 tahun dan pekerja garis depan seperti petugas medis.
- Mengapa beberapa negara Asia terlambat memulai program vaksinasi Covid-19?
- India tunda ekspor vaksin AstraZeneca untuk penuhi kebutuhan domestik
- Mengenal vaksin Covid-19 buatan India, Covishield dan Covaxin
Fase ketiga vaksinasi di India dimulai pada 1 April lalu. Sejak saat itu, setiap hari muncul rata-rata 90 ribu kasus positif baru di India.
Baca Juga: Ketua BEM UI Minta Setop Politisasi Vaksin Nusantara
Pada 4 April, India menjadi negara kedua setelah AS yang melaporkan 100 ribu kasus positif baru dalam satu hari. Lebih dari setengah kasus itu terjadi di negara bagian Maharashtra, yang mencakup kota terbesar di India, Mumbai.
Jumlah kasus positif di India sebenarnya menurun tajam ketika mereka menggelar vaksinasi awal tahun ini. Saat itu setiap hari rata-rata muncul 15 ribu kasus baru.
Namun jumlah kasus harian mulai melonjak lagi pada bulan Maret. Pemicu terbesarnya diyakini adalah pelacakan kasus yang buruk dan penerapan protokol kesehatan yang lemah.
Para ahli kesehatan menilai gelombang kedua di India dipicu juga oleh keteledoran masyarakat serta pesan kesehatan yang berbeda-beda dari pejabat pemerintahan.
Sejak pandemi terjadi, India mengkonfirmasi lebih dari 12 juta kasus positif dan lebih dari 167 ribu kematian.
Ini adalah jumlah infeksi Covid-19 tertinggi ketiga di dunia setelah AS dan Brasil.
Bagaimana pelaksanaan vaksinasi?
India memulai program vaksinasi pada 16 Januari lalu. Namun saat itu vaksinasi terbatas untuk petugas kesehatan dan pekerja garis depan.
Pekerja di bidang sanitasi juga menjadi kelompok warga India pertama yang menerima vaksin.
Mulai 1 Maret lalu, kriteria penerima vaksin diperluas untuk orang-orang yang berusia di atas 60 tahun dan mereka yang berusia antara 45-59 tahun tapi memiliki penyakit lain.
Tahap ketiga vaksinasi kemudian diperluas untuk semua orang yang berusia di atas 45 tahun dan memenuhi syarat menerima vaksin. Tahap ketiga ini dimulai 1 April lalu.
Regulator dan pengawas obat di India sebelumnya memberikan lampu hijau untuk dua vaksin. Yang pertama adalah yang dikembangkan AstraZeneca dengan Universitas Oxford, yaitu Covishield.
Satu vaksin lainnya adalah Covaxin, yang diproduksi perusahaan India Bharat Biotech.
Beberapa kandidat vaksin lainnya saat ini berada pada tahap uji klinis.
India juga terus berupaya membendung lonjakan kasus baru. Belum lama ini mereka menghentikan sementara semua ekspor vaksin virus corona Oxford-AstraZeneca, yang dibuat produsen vaksin terbesar di India, Serum Institute of India (SII).
Pekan ini SII menyebut kapasitas produksi mereka "sangat tertekan" dan "belum mampu memasok vaksin ke setiap warga India".
SII berkata telah menyediakan 65-70 juta dosis setiap bulan ke India dan mengekspor total dosis yang hampir sama sejak memulai produksi awal pada tahun 2021.
Perusahaan itu berencana meningkatkan produksi vaksin hingga 100 juta dosis dalam sebulan. Namun mereka mengatakan target itu belum akan tercapai sebelum akhir Juni.
Mereka beralasan masih harus memperbaiki kerusakan fasilitas produksi di Kota Pune yang terbakar Januari silam.
Para ahli percaya India harus meningkatkan vaksinasi di daerah dengan penularan tinggi dan di lima negara bagian yang menggelar pemilu demi mencegah penyebaran virus corona.
Murad Banaji, seorang pakar matematika di Middlesex University London, yang meneliti dan memantau pandemi, berharap vaksinasi dapat mengendalikan gelombang kedua di India.
"Tapi pada kecepatan saat ini vaksinasi akan berdampak kecil untuk memperlambat penyebaran dalam satu atau dua bulan," ujarnya.
"Jika menargetkan kelompok yang paling rentan, vaksinasi mungkin akan mengurangi jumlah rawat inap dan kasus kematian lebih cepat."
Bhramar Mukherjee, seorang ahli biostatistik di Universitas Michigan, menilai India perlu memberikan 10 juta suntikan vaksin setiap hari, alih-alih berpuas diri dengan 3 juta dosis sehari.
"Saya frustasi bahwa India tidak meluncurkan program vaksinasi secara lebih agresif saat kurva masih dalam keadaan sulit," kata Mukherjee.
"Jauh lebih mudah untuk melakukan vaksinasi ketika infeksinya tidak terlalu tinggi. Sekarang kapasitas perawatan kesehatan terbagi antara menyalurkan vaksin dan menjalankan perawatan pasien Covid."
Berapa banyak warga yang telah divaksinasi sejauh ini?
Selama beberapa dekade, India menjalankan salah satu program imunisasi terbesar di dunia. Vaksinasi untuk beberapa penyakit lain sebelumnya menargetkan puluhan juta orang, termasuk bayi yang baru lahir dan perempuan hamil.
Jadi sejumlah ahli yakin India sudah siap menghadapi tantangan vaksinasi Covid-19. Meski begitu, pelaksanaannya ternyata terhambat, salah satunya oleh skeptisisme sebagian kalangan dan kurangnya kesadaran masyarakat ekonomi bawah atau yang tingal di pedesaan.
Banyak orang miskin memiliki sedikit informasi tentang cara mendaftarkan diri dan mengakses vaksin gratis. Orang yang memenuhi syarat sekarang dapat memesan suntikan mereka secara online atau masuk dan mendaftar di pusat vaksinasi.
"Isu vaksin sangat jarang dikomunikasikan kepada masyarakat miskin dan kelas pekerja," kata Radha Khan, konsultan independen yang bekerja di bidang gender, tata kelola dan inklusi sosial.
Hingga Juli mendatang, India menargetkan penyaluran hingga 500 juta dosis untuk 250 juta penduduk yang diprioritaskan.
Menariknya, di beberapa negara bagian, lebih banyak wanita daripada pria yang telah divaksinasi. Alasannya tidak jelas.
Siapa yang membayar vaksin?
Vaksinasi di India bersifat sukarela. Klinik dan rumah sakit yang dikelola pemerintah menawarkan vaksin gratis tapi warga lokal juga juga dapat membayar 250 rupee (Rp48 ribu) untuk mendapatkan vaksin di rumah sakit swasta.
Mulai 11 April, warga India bisa mendapatkan vaksin berbayar di tempat kerja swasta dan yang dikelola negara.
Pemerintah India menghabiskan sekitar US$5 miliar (sekitar Rp73 triliun) untuk menyediakan vaksin gratis.
India juga membeli jutaan dosis vaksin dan memberikan dana kepada negara bagian untuk program vaksinasi mereka.
Apakah ada 'efek samping' setelah vaksinasi?
Vaksinasi memiliki efek samping bagi sebagian orang.
India memiliki program pengawasan "efek samping" vaksinasi yang sudah berlangsung selama 34 tahun terakhir.
Banyak ahli kesehatan menyebut kegagalan untuk secara transparan melaporkan efek samping vaksin dapat dengan mudah memicu ketakutan seputar vaksin.
Hingga awal Februari lalu, India melaporkan 8.483 kasus "efek samping" setelah vaksinasi Covid-19. Sebagian besar efek samping itu bersifat "ringan", berupa kecemasan, vertigo, pusing, demam, dan nyeri.
Semua orang yang mengalami efek samping itu telah pulih, menurut pernyataan resmi pemerintah India.
Program pengawasan telah memeriksa 617 kasus "efek samping yang parah", termasuk 180 kematian setelah vaksinasi hingga 29 Maret, menurut sejumlah laporan.
Hasil pemantauan menyebut "kematian terjadi dalam kasus di mana penerima vaksin memiliki penyakit bawaan, seperti masalah jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes".
Visualisasi tabel data oleh Shadab Nazmi