Kemensos Bantu 4 Penyandang Disalibitas Korban Banjir Bandang NTB

Sabtu, 10 April 2021 | 12:56 WIB
Kemensos Bantu 4 Penyandang Disalibitas Korban Banjir Bandang NTB
Kemensos menolong korban banjir bandang penyandang disabilitas di NTB. (Dok :Kemensos)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Empat korban banjir bandang di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan penyandang disabilitas. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Disabilitas Mahatmiya Bali dan Balai Besar Disabilitas Prof. Dr. Soeharso di Surakarta, yang bernaung di bawah Kemensos segera merespons hal ini, dengan mengunjungi satu keluarga dengan empat penyandang disabilitas fisik berat.

"Di antara korban banjir bandang adalah para penyandang disabilitas, yang saat ini sangat membutuhkan bantuan bersifat mendesak, seperti sembako," ujar Andi Sirojudin, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima dan pendamping penyandang disabilitas.

Ia berkoordinasi dengan Tim Respons Kasus Balai Mahatmiya Bali, yang dipimpin Kepala Layanan Rehabilitasi Sosial, Herlin Wahyuni Hidayat.

Adapun Idris Abdullah merupakan ayah dari para penyandang disabilitas. Ia bercerita, anak-anaknya sakit sejak umur 7-9 tahun.

Baca Juga: Banjir Bandang di Bima, Kemensos Kirim Bantuan Logistik Beberapa Tahap

"Anak saya paling besar, Badaruddin sejak 9 tahun mengalami demam tinggi seminggu dan disusul kaki mulai lemas tapi masih bisa jalan, dan perlahan kaku hingga seperti sekarang saat ini," ungkap Idris.

Hasil asesmen Badaruddin (50 tahun), Syahruddin (47 tahun), Jasman (45 tahun), serta Sriyati (38 tahun), hanya bisa terbaring, tidak bisa duduk, persendian kaku, tangan dan kaki terlihat mengecil. Namun demikian, mereka bersih dan terawat, walau komunikasi sulit tapi masih bisa dipahami.

Tim berkoordinasi dengan Balai Prof. Dr. Soeharso melalui foto dan video untuk penanganan lebih lanjut. Hasil asesmen, mereka mengalami kekakuan gerak pada badan, tangan dan kaki karena gangguan pola gerak pada otot dan postur tubuh.

Hal ini disebabkan karena kerusakan saraf pusat atau otak (Quadriplegi Spastik Ateroid), yang disertai pemendekan otot pada kedua pergelangan kaki dan kedua pergelangan tangan, karena demam tinggi dan kejang pada usia 6 - 8 tahun.

Dalam kegiatan sehari-hari, mereka hanya menggantungkan bantuan orang lain, seperti makan, minum, perawatan diri, bahkan hanya sekedar memiringkan badan.

Sebelumnya, mereka sudah memiliki kursi roda adaptif dari bantuan Pemerintah Provinsi NTB. Sejak 2008 - 2018, mereka mendapat bantuan (Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB).

Baca Juga: Kemensos Pastikan Masyarakat Tetap Dapat Bantuan, Walau BST Berakhir April

Di akhir 2018 ada pengalihan ASPDB ke Program Keluarga Harapan (PKH), karena ketentuan PKH maksimal 2 orang disabilitas berat yang bisa mendapatkan bantuan PKH, yaitu Baharudin dan Sriyati.

Jasman mendapatkan ASPD mulai 2020, dan Syahrudin, sejak 2018 tidak mendapatkan bantuan lain selain sembako setiap tahunnya dari Pemda. Tim Respons Kasus Balai Prof. Dr. Soeharso sedang menelusuri sebab penghentian bantuan terhadap Syahrudin.

Tim ini menyimpulkan bahwa disabilitas ini termasuk kategori disabilitas berat (bed ridden), karena semua aktivitas di tempat tidur dan tergantung sepenuhnya kepada orang lain.

Asesmen lanjutan menyatakan, perlu intervensi pemberian pemahaman dan pengertian pada keluarga akan kondisi keempat anggota keluarganya. Selain itu juga perlu edukasi seperti latihan-latihan gerak, agar kondisi tidak semakin parah.

Balai Prof. Dr. Soeharso sudah memesan tempat tidur dari dipan kayu adaptif beserta kasur, dengan ukuran dan fungsi sesuai kondisi keempat bersaudara. Bantuan ini akan segera diserahkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI