Suara.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pemerintah tengah memburu aset-aset terkait kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 108 triliun.
Hal itu didasari oleh Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
Mahfud mengungkapkan, kepres tersebut diterbitkan pada 6 April 2021. Di dalam kepres diperintahkan lima menteri, Jaksa Agung dan Kapolri untuk menagih aset-aset kasus korupsi BLBI
"Ditugasi mengarahkan satgas untuk melakukan penagihan dan memproses semua jaminan agar segera jadi aset negara," kata Mahfud melalui akun Twitternya @mohmahfudmd pada Kamis (8/4/2021).
Baca Juga: DPR Sesalkan SP3 BLBI Dilakukan saat Tersangka In Absentia dan Masih Buron
Mahfud lantas menerangkan kepres itu menjadi buntut dari keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan atau SP3 untuk kasus BLBI. Ia menyadari kalau keputusan KPK itu memancing kekisruhan.
"Rilis SP3 oleh KPK untuk Samsul Nursalim dan Itjih dalan kasus BLBI, konpres KPK tanggal 1/4/21 memancing riuh. SP3 itu adalah konsekuensi dari vonis MA bahwa kasus itu bukan pidana," ujarnya.
KPK disebutkan Mahfud sempat mengajukan PK atas vonis MA yang membebaskan tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN pada 9 Juli 2019. Namun PK itu ditolak MA.
Syafruddin bersama tersangka lainnya yakni Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Itjih Nursalim akhirnya bebas dari status tersangka.
Karena MA sudah memvonis kalau kasus BLBI itu tidak masuk ke dalam hukum pidana, maka pemerintah menindaklanjutinya dengan mencari aset-aset kasus tersebut untuk dikembalikan ke kas negara.
Baca Juga: KPK SP3 Kasus BLBI, Mardani Ali: Kasus Korupsi e-KTP Bisa Bernasib Serupa
Sebelumnya, KPK mengeluarkan SP3 kasua korupsi BLBI pada Kamis (1/4/2021).
Adapun dua tersangka dalam kasus ini yaitu pasangan suami istri, Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham Pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan Itjih Nursalim.
Pasangan suami istri ini bersama Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN melakukan proses Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham BDNI selaku Obligor BLBI.
"Kami mengumumkan penghentian penyidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Ursalim," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Alexander menyebut penghentian kasus ini sudah sesuai dengan Pasal 40 Undang-Undang KPK. Sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.
"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat pasal 5 UU KPK, yaitu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas kepastian hukum," ujarnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan pengusaha Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi BLBI. Diduga, Sjamsul dan istrinya terlibat korupsi bersama bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Dalam kasus ini, diduga total kerugian negara mencapai Rp4,58 triliun.
Syafruddin sempat menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Namun, Syafruddin bebas setelah permohonan kasasi yang diajukannya dikabulkan Mahkamah Agung.