Suara.com - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai KPK mesti membenahi sistem pengelolaan barang bukti, terutama evidence stock opname secara berkala, sebagai bagian dari pengawasan internal. Hal ini dikatakan Arsul setelah terjadi kasus pencurian barang bukti emas batangan seberat 1,9 kilogram oleh pegawai KPK berinisial IGA.
Menurut dia, opname tidak sebatas mengandalkan data pencatatan yang ada di sistem teknologi dan informasi, melainkan harus meliputi pengecekan fisik barang bukti secara berkala dalam interval waktu yang tidak lama.
"Ini penting bukan saja untuk melihat keberadaan fisik barang bukti yang disita atau dirampas terkait kasus korupsi, tetapi juga untuk menilai keadaan dan kualitas barang bukti dari waktu ke waktu," kata Arsul, Kamis (8/4/2021).
Lembaga penegak hukum dinilai belum maksimal dalam menjaga dan mengelola barang bukti, padahal dikelola oleh unit tersendiri yang bernama Rumah Benda Sitaan.
"Komisi III DPR sendiri pada saat revisi KUHAP akan memperbaiki pengaturan terkait rubasan dan pengelolaan barang bukti atau benda sitaan sehingga selain menjamin terjaga secara fisik. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah tidak terjadi penurunan nilai barang tersebut," kata Arsul.
"Apalagi jika tekad kita untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara, maka sebuah keharusan bagi jajaran penegak hukum untuk perbaiki manajemen barang bukti atau benda sitaan."
Dilaporkan ke polisi
Status pegawai KPK berinisial IGA masih saksi kasus pencurian emas batangan seberat 1,9 kilogram, kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Polisi Jimmy Christian Samma.
"Iya benar, itu masih lidik (penyelidikan). Barang buktinya masih di KPK. Sudah kami periksa. Statusnya masih saksi juga," kata Jimmy.
Baca Juga: Terbukti Curi Barang Bukti Emas Batangan 1,9 Kg, Pegawai KPK Dipecat
IGA telah diberhentikan secara tidak hormat dari pegawai KPK, kata Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang etik.