Suara.com - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Rahmat Handoyo meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mempertimbangkan ulang pembukaan sekolah tatap muka. Ia menyarankan agar rencana yang sedang dilakukan tahap uji coba itu ditunda.
Masukan Rahmat itu menyusul data vaksinasi Covid-19 yang baru mencapai target 1,8 juta dari total warga DKI yang diperkirakan memcapai 11 juta orang. Artinya mayoritas warga Jakarta atau sebanyak 9 juta orang belum divaksin.
Penundaan sekolah tatap muka kata Rahmat juga harus mempertimbangkan jumlah sebaran kasus positif Covid-19 yang setiap harinya belum terjadi penurunan yang besar. Meski diakui Rahmat melandi, tetapi angka sebarannya stagnan di kisaran 5 ribu sampai 7 ribu kasus per hari.
Baca Juga: Disdik DKI: Laporkan jika Ada Sekolah Langgar Prokes Belajar Tatap Muka
"Ini juga cukup mengkhawatirkan kalau kita paksakan untuk di Jakarta itu sekolah tatap muka ya. Saya kira sebelum kita ada tanda-tanda yang sangat positif, saya kira kita lebih baik menunda lebih dahulu sambil kita menunggu proses jumlah yang divaksin itu juga sudah sangat signifikan," kata Rahmat saat dihubungi, Kamis (8/4/2021).
Rahmat mengatakan dengan jumlah vaksin terbatas, pemerintah tentunya menggunakan skala prioritas dalam melakukam vaksinasi kepada masyarakat. Sejauh tahap vaksinasi di Jakarta belum menyeluruh, ia berharap agar Pemprov DKI lebih bersabar untuk menunda sejenak ketimbang memaksakan pembukaan sekolah tatap muka.
"Kenapa? Karena kalau di Jakarta itu pastikan muridnya banyak, beda dengan di kampung-kampung ya itu satu kelas paling hanya 10 (siswa) terutama di SD-SD negeri satu kelas, jadi proses pengawasannya masih bisa diawasi dengan ketat.
"Tetapi kalau sudah satu kelas bisa 50, 40 (siswa) itu saya kira juga crowded. Belum lagi jumlah kelasnya berapa sampai 12 kelas, itu juga berisiko untuk kita kalau kita paksakan sekolah tatap muka," kata dia
9 Juta Warga Belum Divaksin
Baca Juga: Murid Girang Sekolah Dibuka: Kalau Gak Ngerti Bisa Langsung Tanya Bu Guru
Sebanyak 9 juta warga Jakarta belum divaksin COVID-19. Namun, Gubernur Anies sudah berani buka sekolah se-Jakarta 7 April mendatang.
Anies mengatakan sampai kini baru 1,8 juta orang yang sudah divaksin COVID-19. Sementara perkiraan penduduk Jakarta berdasarkan BPS di tahujn 20219 11 juta orang.
Vaksinasi di Jakarta dimulai sejak Februari lalu. Penerima pertama diprioritaskan untuk tenaga kesehatan, lalu dilanjutkan ke pekerja bidang pelayanan publik, jurnalis, aparat, pedagang pasar, dan lanjut usia.
"Saya mau cerita sedikit tentang vaksinasi, di Jakarta saat ini sudah 1,8 juta orang yang mendapatkan vaksin," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (5/3/2021).
Anies mengatakan pihaknya saat ini sedang gencar melakukan vaksinasi kepada para tenaga pengajar. Hal ini dilakukan karena pada 7 April mendatang 96 sekolah di ibu kota akan melangsungkan pembelajaran tatap muka.
"Ini menjadi penting apalagi beberapa waktu ke depan kita akan melakukan uji coba sekolah," jelasnya.
Berkaitan dengan pembukaan sekolah, Anies juga menyebut pihaknya sedang fokus menyuntikan vaksin kepada para lansia. Sebab, dikhawatirkan para lansia bisa terpapar dari anak atau cucu yang pulang dari sekolah membawa virus.
Sejauh ini, sudah 53,8 persen lansia di ibu kota yang divaksin Covid-19.
"Karena kalau cucunya ke sekolah, pulang dia selalu akan punya potensi membawa keterpaparan. Nah, karena itulah vaksinasi orang tua itu penting," pungkasnya.
Risiko Masih Tinggi
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengatakan jika risiko penularan Covid-19 terhadap guru dan siswa masih tinggi.
Hal ini menyusul angka positivity rate (tingkat penularan) Covid-19 di Indonesia masih di atas 10 persen, ini angka ini masih sangat berbahaya.
Bukan hanya pada anak sekolah sangat rentan protokol dilanggar, atau karena guru yang merasa tidak nyaman saat mengajar menggunakan masker maupun face shield, tapi yang perlu diingat jika virus SARS CoV 2 penyebab Covid-19 bisa menyebar lewat udara atau airborne.
"Bahwa sebagian penularan karena masker dicopot, itu benar. Tapi yang terpenting kalau virus ini airborne, bisa menyebar melalui udara seluruh kelas," ungkap Prof. Zubairi.
Risiko protokol kesehatan rentan dilanggar saat sekolah ini, semakin diperparah karena situasi pandemi Covid-19 yang belum terkendali, sehingga tidak tepat untuk kembali membuka sekolah tatap muka, meskipun hanya uji coba.
Dokter yang akrab disapa Prof. Beri itu juga menerangkan, situasi dikatakan aman dan sekolah bisa dibuka jika positivity rate di bawah 5 persen.
"Perilaku anak memang ada kecenderungan melanggar protokol. Lalu kalau nggak melanggar, jadi nggak apa-apa?. Tetap tidak, nggak melanggar nggak apa-apa kalau positivity rate kurang dari 5 persen," terangnya.
Lebih lanjut Profesor Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) saat tidak setuju dengan anggapan bahwa anak tidak berisiko tertular Covid-19. Hal ini karena banyak kasus anak yang ditemukan meninggal karena Covid-19.
"Tidak benar jika anak aman, karena anak Indonesia yang meninggal karena Covid-19 banyak, itu yang menurut saya tidak tepat untuk buka (sekolah) saat ini," pungkas Prof. Zubairi.
Sementara itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta mulai membuka 85 sekolah yang terdiri dari SD, SMP hingga SMA/SMK terhitung 7 April hingga 29 April 2021, dengan sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi.
Di antaranya seperti durasi belajar 3 hingga 4 jam, daya tampung 1 kelas hanya 50 persen, ditambah pengaturan jarak 1,5 meter antar tempat duduk siswa.
Tapi perlu diingat juga, data Satgas Covid-19 per 28 Maret 2021, menunjukkan 14 persen atau 181.637 kasus Covid-19 terdiri dari mereka yang berusia anak bersekolah, dengan rincian sebagai berikut:
- Usia 0 hingga 2 tahun (PAUD) sebanyak 23.934 kasus.
- Usia 3 hingga 6 tahun (TK) sebanyak 25.219 kasus.
- Usia 7 hingga 12 tahun (SD) sebanyak 49.962 kasus.
- Usia 13 hingga 15 tahun (SMP) sebanyak 36.634 kasus.
- Usia 16 hingga 18 tahun (SMA) sebanyak 45.888 kasus.