Ketika Negara-negara Kaya Memonopoli, Kuba Buat Vaksin Covid-19 Sendiri

Rabu, 07 April 2021 | 18:06 WIB
Ketika Negara-negara Kaya Memonopoli, Kuba Buat Vaksin Covid-19 Sendiri
Dokter Kuba menerima bendera Kuba dan Italia saat upacara perpisahan sebelum berangkat ke Italia untuk membantu, di tengah meluasnya penyebaran virus COVID-19, di Havana, Kuba, Sabtu (21/3/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Alexandre Meneghini/AWW/djo
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kuba, di tengah beragam embargo Amerika Serikat yang menyebabkan krisis ekonomi, tengah melanjutkan uji coba tahap kedua pembuatan vaksin covid-19 sendiri.

Menyadur France24, Rabu (7/4/2021), negara komunis tersebut tengah mengembangkan dua kandidat vaksin covid-19.

Kuba, yang telah menjadikan kesehatan dan pendidikan sebagai pilar sistem sosialisnya, memiliki dua kandidat vaksin bernama Soberana 2 dan Adbala.

Dua vaksin tersebut kekinian sedang dalam uji coba fase 3 atau yang terakhir, sebelum mendapat persetujuan akhir oleh pihak berwenang.

Baca Juga: Ini Penyebab Kematian Danki Brimob di Ambon, Usai Disuntik Vaksin Covid-19

Vaksin buatan Kuba tersebut sedang diuji khususnya pada petugas kesehatan.

Pada 31 Maret, dosis pertama Soberana 2 telah diberikan kepada 44.000 sukarelawan di Havana.

Dari ibu kota Kuba, 24 koresponden Prancis José Goitia mengikuti kampanye ini.

Kuba dilaporkan sudah memproduksi sejuta dosis vaksin covid-19. Pihak berwenang berencana memulai kampanye vaksinasi resmi pada bulan Juni.

Kuba saat ini menghadapi gelombang ketiga pandemi covid-19 dengan 75.263 kasus termasuk 424 kematian untuk 11,2 juta penduduk.

Baca Juga: Wali Kota Bobby Targetkan 1.000 Warga Medan Divaksin Covid-19 per Hari

Meski demikian, Kuba termasuk negara yang mampu mengendalikan perkembangan virus tersebut.

Kuba juga sukses dalam kampanye membantu negara-negara lain mengendalikan virus corona, dengan mengirim banyak dokternya.

Kuasi monopoli

Sementara secara global, dalam laporan 2020/2021 yang diterbitkan pada hari Rabu, Amnesty International mengecam adanya praktik kuasi monopoli terhadap vaksin covid-19 oleh negara-negara maju.

AI juga menekankan pandemi covid-19 memperluas ketidaksetaraan dan menjadi dalih untuk peningkatan represi dan pelanggaran hak asasi manusia.

Amnesty International meminta masyarakat internasional untuk memperbaiki situasi itu.

"Pandemi telah menyoroti ketidakmampuan dunia untuk bekerja sama secara efektif dan adil" kata Sekjen AI Agnès Callamard.

"Negara-negara terkaya telah memonopoli pasokan vaksin dunia, meninggalkan negara-negara dengan sumber daya paling sedikit untuk menghadapi konsekuensi kesehatan dan hak asasi manusia yang paling buruk, dan oleh karena itu gangguan ekonomi dan sosial yang paling parah lebih lama," tambahnya.

Oleh karena itu, Amnesty menyerukan "untuk mempercepat produksi dan pengiriman vaksin untuk semua".

"Ini adalah ujian paling mendasar, betapapun sederhana, dari kemampuan dunia untuk bekerja sama".

Ketimpangan

Lebih dari setahun setelah munculnya virus corona di China pada akhir 2019, dunia masih bergelut dengan pandemi yang telah menewaskan sedikitnya 2,8 juta orang dan secara resmi menginfeksi sekitar 130 juta orang.

Alih-alih memicu solidaritas, Covid-19 justru meningkatkan ketegangan dan jurang melebar dalam hal vaksinasi.

Separuh dari sekitar 680 juta dosis vaksin yang diberikan di seluruh dunia, sudah dilakukan di negara-negara "berpenghasilan tinggi" sebagaimana ditentukan oleh Bank Dunia (16% dari populasi dunia), sementara negara-negara "berpenghasilan rendah" (9% dari umat manusia) hanya berkonsentrasi 0,1% dari dosis yang disuntikkan, menurut hitungan yang dibuat oleh AFP dari data resmi pada Selasa.

Amnesty International mendukung inisiatif seperti Exchange Platform (C-TAP) yang didirikan oleh WHO untuk berbagi pengetahuan, kekayaan intelektual, dan data.
Platform tersebut sayangnya masih kurang dimanfaatkan, padahal memungkinkan membantu membangun lokasi produksi tambahan, khususnya di Afrika, Asia dan Amerika Latin, menurut badan PBB.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI