Suara.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan gugatan praperadilan yang Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) terhadap sejumlah kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (6/4/2021). Sidang kali ini terkait kasus suap bansos Kementerian Sosial (Kemensos).
Sidang gugatan dengan nomor perkara 19/Pid.Pra/2021/PN.Jkt.Sel itu digelar di ruang 7 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun agenda hari ini adalah mendengarkan jawaban dari KPK selaku pihak termohon.
Meski demikian, jawaban dari kubu KPK tidak dibacakan di dalam ruang persidangan.
Hakim ketua Nazar Effriandi yang memimpin jalannya persidangan sempat memberikan opsi kepada kedua belah pihak untuk berdamai.
Baca Juga: Hari Ini PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan MAKI Terhadap KPK
"Belum bisa berdamai? Ada pembicaraan?" tanya hakim Nazar Effriandi kepada pihak pemohon dan termohon.
"Belum yang mulia," jawab Rudy Marjono selaku kuasa hukum MAKI.
Atas dasar itu, hakim Nazar Effriandi meminta pada pihak KPK untuk memberikan jawaban terkait gugatan tersebut. Meski demikian, jawaban tersebut hanya diberikan dalam bentuk tertulis pada pemohon dan majelis hakim.
Dengan demikian, perisidangan akan kembali digelar pada Rabu (7/4/2021) besok. Adapun agendanya adalah pembuktian dari MAKI selaku pemohon dan KPK selaku termohon.
"Besok jadwal pembuktian surat dari pemohon dan termohon. Sidang ditutup," tutup hakim Nazar Effriandi.
Baca Juga: Terjerat Dugaan Korupsi, KPK Cekal Bupati Bintan ke Luar Negeri
Ditemui usai sidang, Rudy Marjono selaku kuasa hukum MAKI menyatakan, pihaknya belum bisa memberikan respons atas jawaban KPK. Pasalnya, kubu MAKI belum membaca secara utuh jawaban yang diberikan oleh KPK.
"Kami kan belum baca jawaban, artinya apa yang menjadi alasan KPK sampai sejauh mana mereka menangani kasus bansos ini. Kami belum bisa menyikapinya," beber Rudy.
Ihwal opsi damai yang dilontarkan oleh hakim ketua, Rudy juga belum bisa berkata banyak. Sebab, pihaknya belum mengetahui sejauh mana kerja KPK dalam mengusut kasus, misalnya izin penggeledahan.
"Karena terkait dengan Ihsan Yunus, beberapa kali dipanggil namun tidak ada upaya paksa. Kedua, untuk yang lain-lain yang bersifat penggeledahan, mereka sudah mengantongi izin geledah namun tidak dilakukan," jelas Rudy.
Meski demikian, MAKI tidak menutup peluang upaya damai dalam gugatan ini. Jika KPK selaku pihak termohon terbuka dan bisa memberikan alasan yang logis, jalan damai dapat saja terwujud.
"Ya peluang damai terbuka, sepanjang mereka bisa memberikan alasan yang logic artinya tidak ada indikasi mereka sengaja memperlambat penanganan, atau kesulitan, kami bisa bantu lah," pungkas Rudy.
20 Surat Izin Terlantar
Dalam gugatannya, MAKI menilai jika mengabaikan atau menelantarkan 20 surat izin penggeledehan yang dikeluarkan Dewan Pengawas. Hal itu berkaitan dengan kasus suap bansos Kemensos.
"Bahwa dalam penanganan perkara tersebut diduga termohon (KPK) menelantarkan 20 izin penggeledahan yang telah dikeluarkan oleh Dewas KPK," kata salah satu tim kuasa hukum MAKI, Kurniawan Adi Nugroho kepada wartawan, kemarin.
Kurniawan melanjutkan, penelantaran 20 surat izin penggeledahan itu menyebabkan penahanan dalam kasus tersebut berhenti di tempat. Dengan demikian, hasil penyidikan yang dilakukan KPK selaku lembaga antirasuah belum dapat disidangkan.
Dalam kasus tersebut, ada sejumlah sosok yang telah menyabet gelar tersangka. Mereka adalah Juliari P. Batubara -- bekas Menteri Sosial --, Matheus Joko Santoso, dan Pejabat Pembuat Komitmen, Adi Wahyono.
"Untuk tiga orang lainnya yang merupakan tersangka penerima suap, yakni Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso, dan Adi Wahyono selaku PPK di Kementerian Sosial saat ini masih dalam tahap penyidikan," sambungnya.
Kurniawan menyatakan, pihaknya telah membikin laporan terkait dugaan penelantaran izin penggeledehan ke Dewan Pengawas. Dalam hal ini, dia meminta Dewan Pengawas agar bisa memastikan dugaan penelantaran izin penggeledahan tersebut oleh KPK.
Kurniawan melanjutkan, pihaknya belum menerima bukti terkait rilis KPK terkait penggeledahan yang telah dilakukan ke salah satu saksi, yakni Ihsan Yunus. Atas dasar itu, MAKI menilai KPK tidak serius dalam menangani kasus.
"Tidak ada bukti apapun telah terjadi pemanggilan kepada Ihsan Yunus sehingga nampak termohon tidak serius dan main-main menangani perkara korupsi penyaluran Sembako Bansos Kensos," beber Adi.