Suara.com - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram mengenai ketentuan peliputan bermuatan kekerasan. Ada 11 poin isi telegram kapolri, salah satunya yang paling disoroti, larangan kepada media menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas, namun humanis.
Menanggapi poin tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir menilai jika aturan tersebut berlaku, memiliki potensi mengebiri kerja-kerja jurnalistik.
"Kalau ini berlaku untuk rekan media kan dikhawatirkan nanti ada anggapan bahwa akan mengebiri lagi kinerja daripada rekan media. Karena media ini juga dilindungi oleh undang-undang," kata Adies di Kompleks Parlemen DPR, Selasa (6/4/2021).
Untuk memperjelas duduk perkara, Adies mengatakan Komisi III akan meminta penjelasan dari Kapolri dalam rapat dengar pendapat yang akan datang.
Baca Juga: Kapolri Larang Siarkan Arogansi Polisi: Berupaya Atur Independensi Pers
"Kami akan mengklarifikasi dulu kepada pak kapolri nanti pada saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III atau kalau sempat nanti saya telepon, saya akan menanyakan kira-kira maksudnya apa," kata Adies.
"Jadi kita harus menanyakan secara langsung kepada pihak kepolisian, apakah ini menyangkut internal dari penyelidikan atau apa surat telegram tersebut."
Adies menilai wajar penerbitan surat telegram, terutama pada poin "larangan kepada media menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan" menjadi polemik.
Adies menjelaskan media tidak bisa dibatasi untuk melakukan peliputan lantaran sifatnya yang harua melaporkan berdasarkan dengan fakta sebenarnya.
"Terkait telegram itu aparat atau media itu kan harus jelas juga, harus dipertanyakan. Kalau media kan harus menyebarkan sebenar-benarnya sesuai dengan fakta di lapangan," kata Adies.
Baca Juga: Kapolri Larang Media Liput Kekerasan Polisi, Kebebasan Pers dalam Bahaya
Surat telegram Kapolri bernomor: ST/750 / IV/ HUM/ 3.4.5/ 2021 ditandatangani oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri tertanggal 5 April 2021. Surat telegram ditujukan kepada kapolda dan kabid humas seluruh Indonesia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Rusdi Hartono menjelaskan pertimbangan penerbitan surat telegram yaitu untuk memperbaiki kinerja Polri di daerah.
"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi.
Berikut 11 poin isi surat telegram:
1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis;
2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana;
3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian;
4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan;
5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual;
6. Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya;
7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur;
8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku;
9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang;
10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten;
11. Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.