Suara.com - Menyusul peristiwa terorisme di Gereja Katedral, Makassar dan di Markas Besar (Mabes) Polri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) akui jika perempuan lebih rentan terjerumus dalam aksi radikalisme dan terorisme
Sehingga Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati mengatakan perlunya menguatkan keluarga untuk mencegah aksi teror yang melibatkan perempuan dan anak.
"Hal ini disebabkan karena faktor sosial, ekonomi, perbedaan pola pikir, serta adanya doktrin yang terus mendorong bahkan menginspirasi para perempuan, hingga akhirnya mereka nekat melakukan aksi terorisme dan radikalisme,” ungkap Ratna melalui keterangan KemenPPPA yang diterima suara.com, Sabtu (3/4/2021).
Mirisnya, menurut Ratna perempuan yang rendah ketidaktahuan akhirnya dengan mudah jadi sasaran paham ideologi menyimpang ini. Termasuk juga disebabkan perempuan tidak bisa atau terbatas mengakses informasi.
Baca Juga: Geger Buku Teror Intelijen Ditemukan di Gereja BPIB Effatha, Ibadah Buyar
Apalagi jika perempuan tidak diberikan kesempatan menyampaikan pandangan dan sikap juga memudahkan mereka disusupi paham radikal.
"Disinilah pentingnya ketahanan keluarga dan strategi komunikasi yang baik untuk membangun karakter anak dengan menginternalisasi nilai-nilai sesuai norma hukum, adat, agama, dan budaya,” jelas Ratna.
Seharusnya kata dia, dengan kemajuan teknologi dan informasi keluarga bisa semakin menguatkan cara mengasuh anak. Apalagi modus kejahatan juga banyak disebarkan melalui jejaring internet, termasuk dari sosial media.
"Oleh karena itu orangtua harus bisa menjalin hubungan baik dengan anak, mengawasi dan mengontrol anak, memberikan edukasi, menerapkan pola komunikasi yang terbuka dan mudah dipahami, menerapkan pola pengasuhan dengan kesiapsiagaan, dan mendeteksi risiko karena banyak perempuan yang tidak tahu apa saja risiko yang akan ia hadapi, mengingat minimnya pengetahuan,” terang Ratna.
Baca Juga: Densus 88 Geledah Rumah Terduga Teroris di Banyumas